surat cinta untuk Ashuta.com
AZKABAN, IT’S HURT TO LEAVE YOU
[Sebuah ungkapan hari untuk Ashuta][Rafa_el Napoleon]
Tiga tahun yang lalu, keringat ku bertebaran dipermukan bumi pertiwi untuk masuk ke suatu lembaga pendidikan yang terbaik di negeri ini. Wajahku yang penuh harapan, jiwaku yang penuh keyakinan dan hatiku yang penuh kekeikhlasan menemani tawa riang ku saat-saat pertama kali aku disini. Disuatu tempat yang sempat aku benci.
Entah berapa kisah yang pernah aku lalui, entah berapa cerita yang telah kulukis dikanvas hati ini, ku tak terlalu peduli. Semuanya kubiarkan berlalu dan terbang disapu oleh angin-angin petang hari. Tak bersisa.
Namun, tentu lah ku miliki suatu kisah yang tak terlupakan dalam pelukan memori nyata hati ku. Kisah yang takkan pernah lupa dalam satu kenangan hidup ku.
Kisah ini sudah dimulai 3 tahun yang lalu. Saat wajah-wajah mungil polos tak berdosa memasuki gerbang harapan. Pagi itu kami dikerjai habis-habisan oleh kakak Pembina MOS. Tapi tak apalah. Toh itu yang menyebabkan aku masih ingat hingga hari ini. Dimulai dengan perkenalan ku dengan pasukan Ashuta.com. suatu barisan pembuat onar yang sangat terkenal dari generasi ke generasi. Sungguh hadir disini adalah mimpi nyata terburuk yang pernah dialami oleh seorang anak yang lemah. Namun, kisah panjang ku dengan Ashuta.com berbuah manis. Di sini, di tempat ini, ku maknai arti hidup itu lebih dari sekedar isapan jempol. Hidup ternyata berupa pilihan-pilihan yang kita sendiri yang menciptakan pilihan tersebut.
Pagi hari, diakhir september 2008. Hari yang cerah disaat senyum-senyum sumringah anak-anak pembuat onar masih segar dalam harapan. Tentu saja pada hari ini, kami masih memiliki Ricki Usman. Orang yang sangat kami cintai. Sahabat yang selalu sabar, teman yang selalu mengingatkan, dan manusia yang selalu memberikan ku inspirasi.
Semula tak ada yang menyangka apa yang akan terjadi dihari-hari kedepan. Waktu terus berjalan bak air mengalir dihulu sungai. Kami masih saja tertawa dengan hidup kami. Kami masih selalu bangga dengan apa yang terjadi dengan kami. Bangga dengan siapa kami. Bangga bahwa kami ini adalah Ashuta.
hari itu, hari lomba membangun kan sahur giliran Ashuta. Dengan memulai rencana tanpa persiapan matang, ashuta tampil tidak terlalu memalukan dalam even ini. Saat itu, kegilaan masih menyelimuti kulit dan alam pikir kami. Alhasil kami dapat juara. Tidak ada air mata. Tidak kesedihan. Atau apalah namanya itu.
Ditempat ini, meski sedikit “ANEH”, terasa sebuah kedamaian yang tak pernah tergambarkan sebelumnya. Meski hukuman Pembina terbanyak dijatuhan pada anggota tempat ini, tapi itu bukanlah hal cukup memalukan untu diketahui. Justru, itu adalah pengalaman terindah disini. Pengalaman ketika mencabut rumput dimesjid, zona di TPA atau bermacam-macam zona lainnya, bukanlah suatu ancaman yang mendatangkan kemudharatan bagi Ashuta. Justru ini lah yang mendatangkan nilai hidup di tempat ini.
Semua tawa, canda dan kebahagiaan ini berlanjut hingga datang suatu masa ketika Ashuta kehilangan Ricki Usman.
Malam itu, saat aku harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan operasi, Ricki masih bisa mengantarkan ku untuk saat terakhir aku melihatnya. Satu kata terakhirnya untukku adalah “cepat sembuh,kawan. Semoga tak ada keburukan menimpamu”. Aku masih sumringah menanggapi hal itu. Karena ku tahu, ini takkan akan menjadi masalah besar bagiku. Dan aku akan selalu bersama Ashuta tanpa harus takut seorang pun akan pergi dari Ashuta.
Ternyata semua yang terpikir oleh saatku hanyalah harapan kosong yang tak berarti. Hari itu ternyata hari terakhir bertemu Ricki. Dia adalah seorang anggota Ashuta yang harus pergi dahulu dari siapapun. Ashuta pada hari itu seperti anak singa kehilangan raungannya. Lembek, lemah, dan memalukan. Dan aku, bahkan tak bisa berdiri untuk mengucapkan selamat tinggal padanya. Karena aku terbaring di rumah sakit. Aku sudah mulai kehilangan diriku di Ashuta. Bukan hanya aku, tapi Ashuta juga sudah kehilangan dirinya.
Waktunya sudah tiba, saat-saat kami harus menjadi pendukung dari yang lain. Anak baru masuk. Kami jadi yang tertua. Dan semua nya kami miliki. Ashuta menjadi liar. Kehilangan kontrol. Satu sesakan nafas bisa menjadi momok mengerikan disini. Aku tak percaya teman-teman Ashuta melupakan tragedy “kamar eksekusi” yang terjadi di akhir kelas 2. Tapi ku percaya Ashuta banyak berubah dari sana.
Sesuai beriringnya waktu, tempat ini menjadi jauh lebih dari yang ku bayangkan. Kisah persahabatan para pengagum dunia dan yang lainnya, menjadi pemanis dalam hari-hari kedepan Ashuta. Aku masih ingat ketika ashuta berusaha menyabotase perilaku ninja masjid dalam sidak. Seperti ada fantasi tersendiri yang hadir dalam kisah itu. Walau sebenarnya itu adalah hal yang sedikit aneh dilakukan oleh siswa sekolah ini. Menyengajakan teman terkena sidak. Tapi itu lah yang sering terjadi. Di Ashuta. Disini ditempat ini.
3 tahun bersama, tak kukira ini kan berakhir juga. Entah kapan kisah ini akan terulang lagi. Entah kapan kisah pembaretan, kisah antara gen 9 dan gen 10, kisah tragedi “kamar eksekusi”, kisah zona TPA, cabut rumput dimesjid bisa terulang lagi. Mungkin tak ada yang ingin mengulangnya. Karena sedikit menyebalkan. Tapi setidaknya itulah yang merubah Ashuta menjadi lebih dewasa.
Ashuta, meski cukup menyebalkan untuk dianggap sebagai tempat terindah, seprti Azkaban, tapi kurasa cukup bagus untuk tidak bisa dilupakan. Dilupakan di hati ini. Dihati para pendiri Ashuta. Dihati para Penggemar Ashuta.
Komentar
Posting Komentar