Instagraming

Cinta, antara Dunia, Kisah dan Derita (Ketika suratmu menamparku 5) By. Rafael Napoleon


Cinta, antara Dunia, Kisah dan Derita (Ketika suratmu menamparku 5)
By. Rafael Napoleon

Selembayung telah tegap dengan perkasa
Menunjukkan kepatuhan umat kepada Rabb
Bersahaja dalam silauan purna
Bergelora dalam jiwa-jiwa dingin yang tak berpintu
Berinai
Sedari mimpi menjadi harapan

                “Tak kusangka hari ini datang juga.”, Ihsan bergumam dalam hati.
                “Ihsan!! Sudah siap nak?”
                “Sudah, bi. Tunggu bentar. Ana lagi ganti baju.”
                “Hm, check wajah. OK. Pakaian. OK. Hati. “
                Ihsan terdiam melihat tubuhnya di depan cermin itu.
                “Hatimu Ihsan. OK. Ya Rabb, hari ini hari ijab kabulku dengan Eki. Jangan engkau sisipkan keraguan dalam hati ini. Sungguh aku berserah diri kepadamu, Ya Rabb. Hati. OK”
                “Assalamualaikum, semua.”
                “Subhanallah. Anak Ummi keren sekali. Eh, tuh ada yang miring.”
                “Apa Ummi?”
                “Kopiahnya masih agak miring.”
                “OK.”
***
                “Saya terima nikah dan kawinnya Jamilatun Nisa binti Hassan Nurcahyo dengan seperangkat alat shalat dan 100 Dinar uang saudi dibayar tunai.”
                “Sah.”
                “Sah.”
                “Alhamdulillahirabbilalamin.”
***
                “Assalamualaikum, mas Ihsan. Selamat ya atas pernikahannya. Eki, saudari ana. Semoga rahmat Allah besertamu.”
                “Assalamualaikum, mas Ihsan. Jaga Eki ya. Semoga cinta kalian kekal sepanjang waktu.”
                “Nisa, dia siapa?”
                “Zulkifli. Calon suami. Hehe”
                “Alhamdulillah. Kapan sih terimanya khitbahnya kok ga cerita?”
                “Kan kamu maksa ga bakal nikah kalau ana belum nikah kan? Hm, sebenarnya waktu itu udah yang melamar ana melalui Abah tapi belum ana jawab. Ana bilang ke Abah kalau ana ga mau nikah kecuali 3 tahun lagi. Sekarang kan udah 2 tahun sejak saat itu. Mas Zulkifli melamar, ya menerima adalah pilihan yang terbaik karena kita dilarang menolak lelaki shaleh tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Alhamdulillah.”
                “Mas Zulkifli beruntung ya mendapatkan wanita seperti Nisa.”, ungkap Ihsan.
                “Alhamdulillah”
                “Kalian hanya berdua kesini?”
                “Oh, kami barengan abah dan ummi juga kok mas. Oh ya, selamat ya. Kami permisi dulu.”, potong Nisa
                “silahkan. Nikmati hidangannya ya.”
                “Insya allah.”
***
Kisah cinta itu berakhir sudah
Beralir air mata menapak bumi fana
Bukan tangisan duka, sayang.
Bukan pula tangisan bahagia.
Ini tangisan cinta.

                Sudah dua hari Ihsan dan Eki menikah. Nisa masih dalam kebisuannya. Memang ia sudah menerima Zulkifli dalam khitbahnya tapi bukan berarti Zulkifli lah yang ada dalam hatinya.
                “Dosa ini tidak boleh aku lanjutkan. Memang Aku mencintaimu tapi ini tidak boleh dilanjutkan. Bebaskan aku Ya Allah.”, pekik Nisa.
                “Nisa, ada Zul!”, Ummi Nisa memanggil.
                “Iya Mi. bentar, pakai jilbab dulu.”
                “Assamualaikum, Nisa.”
                “Alaikumussalam, mas.”
                “Nisa, kamu sudah menerima khitbah saya dari 3 bulan yang lalu. Jika boleh saya bertanya, kapankah kamu siap untuk menikah dengan saya? Saya takut jika ini ditunda akan menyebabkan dosa.”
                “Mas, Nisa masih ingin menyelesaikan pendidikan dokter Nisa. Ini pilihan nisa.”
                “Nisa, aku sudah masuk ke criteria wajib menikah menurut nabi. Aku takut dikuasai nafsu. Jika kamu tidak keberatan, maukah kamu mempercepat pernikahan ini?”
                “Maaf, mas. Nisa tahu posisi mas sangat sulit. Tapi ini pilihan Nisa. Sekarang Nisa kembalikan semuanya kepada Mas. Jika sudah tidak sanggup menunggu, mas bisa mencari wanita lain untuk mendampingi mas.”
                “Nisa, bukan ini yang saya inginkan. Permisi. Aku mencintaimu Nis. Assalamualaikum”
                “Alaikumussalam.”
                Air mata nisa membanjiri wajahnya kali ini. Semua bagai retakan bumi yang saling menghancurkan.
                “Nisa, kamu kenapa nak?”, ummi datang.
                “Nisa baru saja membatalkan khitbah Nisa dengan mas Zul, Mi.”
                “Apa? Astaghfirullah Nisa. Kenapa kamu nak?”
                “Nisa ga tahu Mi. mas Zul ingin cepat nikah. Nisa tidak mau Mi.”, ia memeluk Ummi sambil menangis.
                “Kenapa kamu sayang?”
                “Nisa ingin menyelesaikan kuliah dulu Ummi. Nisa belum mau nikah.”
                “Nak, kamu yang memutuskan hidupmu. Janganlah pergi jauh dari jalan Rabb, sayang.”
                “Maaf Mi. nisa hanya tidak ingin.”

Tangisan malam melebur menjadi berhari
Menjadi kasat menghukum badan
Cinta
Dia telah memutuskan
                Hilang sudah tawa
                Tenggelamkan dia berasa
                Ruh badan tiada gusar berbayang
                Hijaukan merah si api berang
Cinta
Antara Dunia, Kisah, dan Derita
Untuk satu kata
Bahagia

(to be continued)

Komentar

Postingan Populer