Instagraming

Catatan Mahasiswa Galau: Ketika Demokrasi versi Indonesia di Cela (Riyan Al Fajri)

           Kali ini aku tidak akan menyampaikan kegalauanku. Kali ini aku ingin menanggapi apa yang saudaraku seiman perdebatkan disalah satu grup muslim tentang Demokrasi versi Indonesia dan Islam. Banyak kutemukan saudara-saudaraku mencela demokrasi ini, aku ingin memberikan gambaran berbeda. Semoga bisa memberikan perspektif. Sungguh apa yang aku suguhkan ini bukanlah suatu kebenaran yang hakiki. Ini hanyalah buah pikir seorang fakir ilmu yang berusaha memberikan suatu pandangan baru kepada mereka yang terkadang terkurung dalam pikiran-pikiran mereka.

            Sebelumnya, aku ingin mengatakan apa yang saudaraku seiman jelaskan dalam grup bahwa Khilafah adalah harga mati dan bentuk kesetiaan serta wujud keimanan kita sebagai seorang muslim, tidak ada yang salah. Hanya saja, demokrasi yang saudarku seiman perbandingkan dengan khilafah yang menjadi harapan saudaraku seiman bukan dalam kerangka demokrasi keindonesiaan. demokrasi yang dilahirkan dari sistem kebudayaan pada saat itu.

            Ir.soekarno dalam pidatonya ketika memperkenalkan istilah pancasila dalam rapat BPUPKI menyampaikan. Demokrasi indonesia bukan demokrasi ala barat. Bukan demokrasi yang berpusat pada pemikiran barat. namun, demokrasi indonesia adalah socio demokratie yang berujung pada gotong royong. Seiring dengan semangat Pancasila, jika terlalu banyak maka bisa dipadatkan menjadi trisila. jika masih terlalu banyak, maka bisa dikatakan Gotong royong.
ini adalah semangat keindonesiaan yang berkembang dizaman itu. socio demokratie yang diidamkan oleh soekarno pada perkembangannya berubah menyesuaikan dengan pemikiran-pemikiran barat yang sudah masuk kedalam pendidikan para pemimpin indonesia saat itu.

            Dan kenapa umat islam indonesia kehilangan 7 kata mulia dalam pancasila, itu tidak lain adalah peran Moh.Hatta. ia melakukan kompromi dengan perwakilan islam dengan mengatakan kita adalah negara baru. masih terpecah. ia merayu 4 orang yang dianggap perwakilan islam. dari Aceh, komandan Peta, Muhammadiyah dan NU.

           untuk lengkapnya silahkan merujuk kepada buku Negara Paripurna

            Sejatinya, Kemerdekaan Indonesia dalam suatu buku yang pernah saya baca. saya lupa jdulnya: Soekarno ditanya oleh Daud Beureuh dari Aceh panglima DI/TII aceh yang turun gunung. untuk apa indonesia merdeka? Soekarno berkata,"Untuk islam, tuan". ia menangis sembari menjawab itu. Daud pun mempertanyakan jawaban soekarno itu kepada ulama aceh yang juga berada di ruangan yang sama. Daud beureuh pun berkata, "benar untuk islam?". soekarno berkata, "iya. bantulah kemerdekaan ini". keputusan Daud Beureuh dan ulama aceh pada saat itu mendukung sepenuhnya Indonesia karena Soekarno memastikan kemerdekaan Indonesia adalah untuk Islam. Tidak lama berselang, ia merasa dikhianati oleh orde baru. Apa yang dijanjikan Soekarno tidak tercapai dan pemerihtan berganti. Orde baru seperti drakula yang menghisap darah rakyat Aceh. Mereka berontak. Darurat militer pun terpaksa dilakukan. perlawanan yang tiada putus hingga perdamaian tercapai 2005.

            Dalam buku Negara Paripurna, sebagai penghormatan terhadap islam yang telah memberikan andil besar terhadap negara maka dalam pembukaan UUD 1945 dicantumkan "atas berkat nikmat ALLAH....." bukan "...nikmat tuhan...”. Sembari pemaknaan itu menandakan indonesia adalah negara Beragama.

            Adapun yang ingin saya sampaikan dari beberapa tulisan diatas adalah indonesia pada awalnya memang menempatkan islam pada tempat yang pantas. Moh. Hatta dalam kompromi dengan perwakilan islam, berjanji akan membahas "PORSI" islam dalam kemerdekaan Indonesia diwaktu lain. Dan sampai hari ini tidak pernah terwujud. Entah karena beliau melupakan janji itu atau sebaliknya, hanya saja dalam perkembangan ketatanegaraan, dimasa dimana indonesia menggunakan sistem Parlementer, kaum muslim mendominasi pemerintahan. beberapa sumber mengatakan itu adalah sebagai timbal jasa. hanya saja, beberapa skandal korupsi, terlalu dekat dengan barat, menjadi isu yang menjatuhkan pemerintahan masyumi sebagai perwakilan partai islam terbesar saat itu

            Dinamika politik berkembang hingga hari ini, posisi kaum intelektual muslim terpinggirkan. apalagi saat orde baru, dimana hanya ada 3 partai PPP, PDI, dan Golkar. PPP yang dianggap sebagai representasi partai muslim pada saat itu tidak mempunyai gigi yang terlalu kuat untuk mendominasi DPR. Golkar begitu kuasa dengan setiap tekanan yang diberikan.

             Akhirnya setelah reformasi, disaat semua orang sudah berhak berbicara dan kemenangan kaum reformis seperti Amien Rais, Gus Dur, Megawati dan Wiranto. Negara ini melalui pertemuan tanpa amien rais di rumah gusdur, meninggalkan perwakilan utama yg menyokong reformasi kala itu, dibawa menuju negara demokrasi pancasila yang disempurnakan.

             Sayang, gusdur yang dianggap pada saat itu perwakilan Islam (ketua NU) tidak terlalu giat membawa negara ini ke tempat yang menempatkan Posisi Islam seperti yang dijanjikan Moh.Hatta. momentum hilang tanpa tergunakan dengan sempurna.

              Posisi Amien rais sebagai muslim moderat dan nasionalis, dianggap sebagai inovator dari reformasi negara ini. Sayangnya, ia tidak memanfaatkan posisinya sebagai petinggi MPR kala itu untuk memberikan porsi yang tepat bagi islam.  Amandemen UUD 1945 yang seharusnya menjadi momentum yang tepat untuk memasukkan porsi islam pada saat itu dimanfaatkan untuk memperbaiki yang rusak dan melupakan porsi yang dijanjikan Moh.Hatta.

              Belakangan, muncul gerakan-gerakan yang menghendaki khilafah sebagai pengganti sistem demokrasi di negara-negara mayoritas muslim. disaat sudah kuatnya pengaruh barat, dan tidak dimanfaatkannya momentum yang dimiliki kaum muslim, tentu gerakan ini tidak akan berjalan dengan mulus. Perlu ada momentum lagi untuk mengubahnya. dan itu entah kapan

              Akhir kata, aku yang fakir ilmu ini ingin mengatakan. Jika ingin memahami Demokrasi versi Indonesia (Socio Demokratie) jangan melihat dari sudut pandang diri sendiri. pelajari dinamika nya, temukanlah, ternyata kita sudah punya banyak momentum yang telah kita sia-siakan sendiri. menghina demokrasi itu sendiri dengan tidak memahami dengan mendalam apa yang disebut demokrasi versi indonesia itu adalah suatu yang tidak bisa diterima. dan akhir kata, mari terus berdakwah untuk Islam dan masa depan islam. wallahu 'alam. Assalamu’alaikum

“Membaca sebagian saja tidak cukup untuk memahami suatu permasalahan. Kosongkan keyakinanmu, dalami, dan pahami. Engkau akan temukan perspektif baru dalam pikiranmu. Akan menjadi percuma jika kamu berusaha belajar sedangkan kamu sudah meyakini suatu yang lain. Ibarat sebuah cangkir yang telah terisi air. Ketika engkau tambah airnya, airnya akan tumpah. Namun ketika cangkir itu kosong, engkau tambah airnya maka engkau akan dapatkan ilmu yang sangat baik. Kosongkanlah, Dalamilah, dan pahamilah.”

[Riyan Al Fajri, saat Ustadz sedang ceramah tentang Umar Bin Khatab di salah satu televise swasta nasional. Sabtu, 25 Februari 2012. 13.54 WIB]

Komentar

Postingan Populer