Instagraming

Catatan Mahasiswa Galau: Pengorbanan (Riyan Al Fajri)

              Pengorbanan, sebuah kata yang santer disetiap kalangan. Semua mampu membacanya namun tidak semua yang mampu memahaminya. Terkadang pengorbanan dilahirkan oleh semangat. Semangat untuk terus mempertahankan suatu fase dalam romantika kehidupannya, semangat untuk mampu menggapai impian diujung langit, semangat untuk selalu menghadirkan senyum dan tawa. Aku terlalu naïf jika berpikir, ini akan semua hanya bentuk lain dari kekecewaan. Memang, sebagian besar pengorbanan identik dengan kekecewaan karena tidak semua pengorbanan menghasilkan kebahagiaan. Tidak. Itu salah. Seorang bijak mengatakan, seberapa besar kekecewaanmu atas pengorbananmu yang tak terbalaskan, itu jauh lebih memuaskanmu dari pada sikap diammu terhadap keadaan.

               Aku tidak ingin menjabarkan seberapa kuat sebagian kita bertahan atas sebuah kekecewaan, seberapa mampu kita tersenyum atas kemarahan. Yang katanya adalah follow up dari pengorbanan. Akumulasi pengorbanan yang tidak mengalami konvergensi ke hasil yang tepat tentu tidak memberikan reaksi yang tepat pula. Wajar, kecewa tidak akan pernah habis jika setiap orang selalu menghitung-hitung pengorbanan. Aku melihat, disaat pengorbanan itu tidak dianggap sebagai pengorbanan, mungkin, kekecewaan tidak akan pernah eksis. Wah, terlalu berteori. Bukan ingin berteori, namun, secara bahasa, pengorbanan tetap tidak bisa disamakan dengan kekecewaan.

              Kita bisa melihat, seorang atlit yang mengorbankan waktunya untuk bisa latihan dan jadi yang terbaik. Seorang pemusik yang mengorbankan kegiatan sosialnya untuk bisa menjadi professional dalam kesendiriannya menciptakan susunan not not balok menjadi indah. Seorang pecinta yang mengorbankan setiap apa yang dimilikinya untuk yang terkasih. Kita bisa melihat. Kenyataan juga mendukung, ketika apa yang mereka korbankan tidak terkonver secara sempurna terhadap tujuan mereka, maka itu mengarah pada kekecewaan. Namun, kita juga tidak boleh menutup kenyataan bahwa ada sebagian kecil dari mereka malah berbahagia atas kegagalan tersebut.

              Idealnya, setiap pengorbanan akan menghasilkan suatu asa yang berbeda. Memang air mata akan menemani, rasa sakit akan memeluk, namun semua itu terakumulasi menjadi ekspresi kebahagiaan. Aneh memang. Namun itu adalah salah satu fenomena. Ketika pengorbanan yang gagal menjadi sebuah kebahagian.

             Lantas kenapa? Aku juga tidak mengerti apa yang sedang aku pikirkan. Mungkin karena kali ini pikiranku hanya dipenuhi kekecewaan atas pengorbanan yang aku lakukan dan hatiku sedang mencari alasan bagaimana aku harus terus bahagia dengan pengorbanan itu. sedang mencari alasan. Ya sedang mencari alasan. Aku?

             Orang bijak mengatakan keegoisan membuat semuanya menjadi lebih buruk. Disaat semua bisa berjalan dengan sangat baik, keegoisan akan merusak suasana dengan tuntutan-tuntutan. Analisisku, mungkin inilah yang menjadikan pengorbanan yang gagal konversi menjadi kekecewaan. Hati terlalu sombong untuk menerima apa yang sedang terjadi sehingga niat suci dari pengorbanan itu tercoreng dan hitam hampir keseluruhannya. Hitam. Hitam hingga tiada yang mampu menemukan warna lain.

             Seperti berkabung, hati-hati yang penuh kekecewaan itu tidak akan bisa menghindar dari penyesalan. Ya penyesalan. Namun coba dipikir, apa tidak terlalu rendah jika pengorbanan yang semulanya dengan tujuan besar hanya karena gagal itu berubah menjadi kekecewaan? Apa tidak terlalu rendah jika pengorbanan yang besar berubah menjadi penyesalan hanya karena ia belum mendapatkan tempat yang layak? Atau memang dari awal, pengorbanan itu sendiri yang rendah? Bisa jadi. Seberapa besarpun pengorbanan yang kita lakukan, jika memang masih dihiasi oleh keegoisan, itu hanyalah suatu yang sangat kecil. Bahkan tidak bisa dihitung sebagai pengorbanan.

             Entah apa yang ingin disampaikan hati ini. Yang pasti ia hanya sedang merasa kecewa atas pengorbanannya. Tidak. Ia tidak boleh kecewa. Jika menganggap pengorbanannya itu ada, ia harusnya berbahagia dan akan tetap berbahagia apapun hasil dari pengorbanannya. Idealnya. Dan memang seharusnya itulah yang terjadi.

Pengorbanan bukan sebuah alasan
Alasan untuk menang
Alasan untuk mencintai
Alasan untuk benar
Pengorbanan bukan pula sebuah harap
Harapan untuk memiliki
Harapan untuk bersama
Harapan untuk puas hati
Pengorbanan adalah alat
Alat untuk mengetahui seberapa suci perjalanan ini
Alat untuk mengukur seberapa kuat azzam ini
Alat untuk menunjukkan seberapa dewasa hati ini
Dan pengorbanan adalah kekuatan
Kekuatan untuk tetap bertahan dari keegoisan yang akan melahirkan kekecewaan
Karena sejatinya pengorbanan adalah kebahagiaan yang tertunda.
Apapun hasilnya, ia tetaplah sebuah kebahagiaan.

~Yosshh!!!

“Banyak orang berpikir apa yang mereka korbankan harus memiliki hasil yang seimbang. Tak jarang, kekecewaan akan hadir jika itu tidak terwujud. Terkadang, beberapa juga menghasilkan penyesalan. Namun, pengorbanan bukan hanya sekecil kekecewaan dan sesempit penyesalan. Pengorbanan adalah sebuah kebahagiaan. Kebahagiaan yang hanya dimengerti oleh jiwa yang terbebas dari keegoisan. Kebahagiaan yang akan selalu ada dihati setiap orang berkorban selamanya.”

[Riyan Al Fajri. Disaat hati sedang tiada menunjukkan mood yang bagus.Minggu, 19 Februari 2012. 09.16 WIB]

Komentar

Postingan Populer