Instagraming

Catatan Mahasiswa Galau : Seks (Riyan Al Fajri)

              Kata orang, masa muda adalah masa-masa galau. Masa-masa dimana mereka merajut kisah cinta. Ketika rajutannya sempurna ia akan menjadi pakaian alias pernikahan. Ketika rajutannya kusut, tentu akan dibuang. Namun, tidak sedikit orang yang berusaha sekuat mungkin untuk memperbaiki rajutan tersebut hingga ia bisa menjadi pakaian. Kata orang, proses merajut itu tidaklah mudah. Perlu waktu, pengorbanan, kesabaran dan keikhlasan. Ketika rajutan menempu jalan buntu alias kusut tingkat tinggi, akan selalu hadir dua pilihan, mengganti rajutan tersebut dengan yang baru atau memperbaiki rajutan tersebut hingga benar-benar baik. Berat. Itu berat. Tiada satu orang pun yang mengatakan itu seperti membalikkan telapak tangan, meski banyak pula yang mengobralnya.

                Aku mengatakan “mengobralnya”. Itu ada alasannya. Aku yakin, sudah tidak asing lagi istilah “Seks berbeda dengan cinta, seks bisa dilakukan dengan sesiapapun. Cinta hanya untuk orang-orang terpilih”. Kata orang, seks adalah salah satu dari ekspresi cinta. Tapi bukan inti dari cinta tentunya. Jika aku mulai meyakini, berarti seks adalah sebagian kecil dari cinta. Orang-orang banyak mengatakan, jika pakaian lengkap adalah pernikahan, maka butuh kancing untuk menyatukannya. Kancing itulah seks. Tanpa kancing, ia tetap pakaian, ia tetap bisa dipakai dengan merubah jenisnya menjadi pakaian kaos. Kancing bukan hal yang besar. aku mulai berpikir, jika rajutan itu dimulai dari bagian kainnya, maka apakah maniak seks ini memulai rajutannya dari membentuk kancing? Dengan mulai memilih kancing terlebih dahulu baru mulai merajut? Aku masih membayangkan, rajutan seperti apa yang mereka harapkan.

                Sesekali, kegalauan hati ini seperti tergelitik. Disentuh oleh kebingungan pemaknaan. Dijama oleh kealfaan pengertian. Disaat selembayung nyatanya kokoh diatas rumah-rumah, lambang dari supremasi agama. Dimana agama menjadi payung atas setiap tindakan. Dimana budaya melingkupi kewibawaan. Seks dan cinta terjepit antara pelukan dan hempasan. Siapa yang tidak mengetahui, mereka yang melakukan seks tanpa status resmi sudah kehilangan nilai agama dan budaya di hatinya? Siapa pula yang tidak meyakini, mereka yang melakukannya tanpa hukum yang melegalkannya sudah kehilangan norma susila? Namun Kata orang dunia sudah berkembang. Ya berkembang. Agama bukan suatu yang besar lagi. Budaya bukan pula hal yang terlalu mengikat. Hanya selangkangan yang butuh teman untuk ketenangannya.

                Aku, diantara segala kesunyian ini berteriak. TIDAK. Bukan mengatakan tidak pada kancing, tapi mengatakan tidak jika memulainya dari kancing. Siapa yang tidak memahami banyak kaulah muda yang sudah tertarik padanya. Hasilnya? Aku ingin jika memiliki kesempatan, aku akan berkata kepada generasiku, rajutlah pakaian itu hingga selesai baru tentukan kancingnya. Toh perjalanannya itu akan menarik untuk kita. sayang sekali, ketika kita disibukkan memilih kancing, rajutan itu malah tidak pernah selesai. Kancingpun tersia-siakan dan terbuangkan. Sayang sekali, ketika rajutan selesai ternyata kancing tidak sesuai. Seharusnya kancing bisa ditukar, ini malah rajutannya yang diubah untuk menyesuaikan dengan kancing. Sayang sekali.

Apakah engkau mengatakan aku hilang?
Tidak
Aku hidup diantara sukma-sukma yang membatasi daya pikir dan imajinasi
Hidup bersama rangkaian saraf yang memancarkan listrik
Menenggelamkan lautan informasi diantara merahnya darah
Cinta mungkin melebihi kata bercinta
Ketika bercinta menenggelamkanmu dalam lautan cinta
Namun, tanpa lautannya,
Bercinta bukanlah cinta.
Ia hanya ekspresi kering dari romantika kehidupan yang tiada gersang
Entah kenapa mereka menyukainya.

~ Tulisan ini terinspirasi setelah membaca hasil survey Survei yang dilakukan DKT Indonesia di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali terhadap 663 responden pria dan wanita berusia 15-25 tahun.  69,6 % remaja (462 orang) mengaku telah berhubungan seks dan 31 persen, di antaranya, merupakan mahasiswa, kemudian 18 persen karyawan kantor dan kelompok pedagang, pengusaha, buruh serta yang cukup mengkhawatirkan adalah ada enam persen mereka yang mengaku telah berhubungan seks saat berada di bangku SMP/SMA~

“Seks adalah penghubung bukan makna dari suatu hubungan. Ketika engkau memulainya dari seks, maka kamu dapatkan penghubungnya namun kehilangan maknanya. Sama seperti dokter. Ia tentu mempelajari dulu ilmu kedokterannya baru mempelajari hubungan ia dengan pasiennya. Jika ia lakukan kebalikannya, tentu pasien tidak akan sembuh jua. Tidak ada yang salah dengan seks, yang salah hanya kesalahan waktu dalam memulainya”.

[Riyan Al Fajri, disaat Naruto sedang kelelahan mencari sasuke. Jumat, 24 Februari 2012. 08.27 WIB]

Komentar

Postingan Populer