Instagramming

Porno adalah Bisnis Kehidupan? Sebuah analisis. (Riyan Al Fajri)

               It finished. Ya itulah yang saya ucapkan ketika menyelesaikan penelitian gila saya sejak beberapa hari lebaran. Sebuah penelitian yang dilahirkan dari suatu rasa ingin tahu dan dipicu dari ucapan-ucapan kotor orang-orang tertentu di status facebooknya. Sebenarnya saya prefer menyebut ini sebagai observasi kecil-kecilan daripada penelitian karena pada intinya saya tidak menyiapkan alat, metode khusus atau laporan sebagainya. Saya hanya menyiapkan pertanyaan yang harus saya jawab serta analisis yang saya peroleh dari data yang dikumpulkan.

                Pertama dalam observasi ini saya ingin mengajak kita melihat kenyataan bahwa kita sedang berada di dunia modern. Dunia yang setiap orang memiliki interpretasi masing-masing. Termasuk dalam hal seni. Pada dasarnya, seni adalah bentuk ekspresi jiwa manusia. Seni melambangkan suatu aspek dalam diri manusia yang siap dimanipulasi dengan estetika sehingga menjadikannya sangat menarik. Beberapa kelompok manusia mengakui bahwa ekspoitasi gambar tubuh manusia adalah bagian dari seni. Hal ini disebabkan karena tubuh manusia adalah karya seni yang tercipta secara alami.
Pemanfaatan ekspoitasi ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh beberapa kelompok orang di dunia. Mereka mengaplikasikannya dalam bentuk pembuatan film blue, foto xxx, dan yang dalam bentuk yang lainnya. Kita perlu menyorot apa keuntungan dari pembuatan hal ini? Hal ini karena tidak mungkin sesuatu itu dibuat dengan serius, professional dan penuh estetika jika tidak memiliki keuntungan. Penggunaan kata estetika disini merupakan sebuah kontroversi. Hanya saja saya menggunakan istilah ini sebagai bentuk ekspresi sanjungan karena dalam observasi ini saya bersikap netral dengan tidak memperhitungkan masalah agama dan susila.

                Berbicara tentang produksi film yang digarap secara profesional, kita dapat melihat keuntungan dalam produksinya hanya saja muncul pertanyaan-pertanyaan yang menguji daya jelajah kita, namun untuk bisa memusatkan focus observasi kita, perlu kita persempit lingkupnya, sehingga terpilihlah beberapa pertanyaan, yakni: Apakah faktor yang menyebabkan film 17+ menjadi pasar yang menguntungkan di Dunia?

                 Sebelum kita mencari faktor apa yang sebenarnya mendukungnya, Hasil penelitian Dr. Robert Weiss dari Sexual Recovery Institute di Washington Times tahun 2000. Weiss menyatakan bahwa, “Sex adalah topik no 1 yang dicari di Internet”. Selain itu, menurut laporan dari American Demographic Magazine yang menghitung jumlah situs porno dan jumlah halaman situs porno, menurut laporan ini, Jumlah Situs Porno di Dunia adalah 22.100 pada 1997, 280.300 pada 2000, dan 1.3 juta pada tahun 2003 sedangkan jumlah halaman situs porno di dunia 14 juta pada tahun 1998 serta menjadi 260 juta pada tahun 2003.

                Selain itu, menurut laporan Internetsafety101.org, industri pornografi memiliki keuntungan hingga 97 Miliar US Dollar. Yang kalau kita rupiahkan itu menjadi 795,4 Triliun Rupiah pada kurs Rp 8200. Ini sekitar 72% dari harapan Menteri Keuangan Republik Indonesia terhadap pendapatan Negara pada tahun 2011. Ini angka yang fantastis. Berikut beberapa fakta lain saya temukan melalui Wikipedia.org:
1.       Austria: Bahan-bahan yang "membahayakan remaja " atau bahan-bahan yang merendahkan martabat manusia tidak boleh dipamerkan atau dijual kepada orang-orang yang berusia kurang dari 18 tahun. Telanjang tidak dianggap termasuk bahan seperti ini.

2.       Brasil: Pornografi anak adalah kejahatan. Pornografi biasa (tidak termasuk hubungan seksual dengan binatang) legal. Para aktor laki-laki di film-film lokal harus mengenakan kondom dalam adegan-adegan penetrasi. Semua pemain harus berusia minimum 18 tahun. Bila dijual di tempat-tempat umum, majalah dan sampul DVD yang menampilkan alat kelamin harus disembunyikan dari pemandangan umum. Bahan pornografi manapun hanya boleh dijual kepada orang yang berusia minimal 18 tahun

3.       Denmark: Larangan terhadap literatur porno dicabut pada 1966. Pada 1969 Denmark menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasikan porno berat.

4.       Jepang: Seperti di Eropa, foto telanjang biasa ditampilkan dalam media umum. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, dilarang keras memperlihatkan rambut kemaluan ataupun alat kelamin orang dewasa. Gambar-gambar rambut kemaluan pada majalah-majalah impor biasanya akan dirobek, dan bahkan video-video yang paling eksplisit pun tidak akan memperlihatkannya. Sejak sekitar 1991, para penerbit buku foto mulai menantang larangan ini sehingga rambut kemaluan kini cukup diterima umum. Gambar-gambar dari jarak dekat (close-up) terhadap alat kelamin tetap dilarang. Pada 1999, pemerintah memberlakukan undang-undang yang melarang foto-foto dan video anak-anak yang telanjang, yang sebelumnya cukup biasa ditampilkan di media umum. Manga dan anime pada umumnya tetap tidak diatur, meskipun penerbit-penerbit besar cenderung melakukan sensor diri untuk menghindari lobi kelompok-kelompok orang tua.

5.       Malaysia: Ilegal, namun penegakan hukum sangat lemah.

6.      Prancis: Pornografi yang sangat penuh kekerasan atau sangat grafis (sangat jelas) diberi peringkat X, dan hanya boleh diperlihatkan di bioskop-bioskop tertentu. Bahan-bahan ini tidak boleh dipampangkan kepada anak-anak. Pornografi dikenai pajak khusus (33% untuk film-film peringkat X, 50% untuk pelayanan porno online). Sistem peringkatnya kontroversial; misalnya, pada 2000, film Baise-moi yang secara seksual eksplisit dan penuh kekerasan mula-mula diberi peringkat hanya "terbatas" oleh pemerintah Prancis, tetapi klasifikasi ini dibatalkan oleh keputusan Conseil d'État (Dewan Negara) berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh perhimpunan-perhimpunan yang mendukung agama Kristen dan nilai-nilai keluarga.

             Kembali pada bahasan kita, Apakah faktor yang menyebabkan film 17+ menjadi pasar yang menguntungkan di Dunia? Saya gunakan keterangan tempat “dunia” disini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia di dunia memiliki ketertarikan yang sama pada hal pornografi. Karena akses situs pornografi itu hampir merata diseluruh dunia. Lagi pula, pengakses porno dan film 17+ pada dasarnya adalah manusia yang memiliki karakter ketertarikan pada seks yang sama. Ini menjadi alasan yang memperkuat saya.

1.      Keuntungan/Profit
Tidak bisa pungkiri bahwa yang menjadi daya tarik utama untuk berusaha adalah keuntungan. Pada prinsip Ekonomi, Keuntungan memicu iklim investasi yang baik. Seperti yang kita sampaikan tadi, keuntungan yang diperoleh dari film blue, porno, 17+, dll itu sangat menggiurkan. Bukan hanya untuk rumah produksi tetapi juga bagi artisnya serta pendapatan pajak bagi Negara. Selama masih ada keuntungan pada produksi ini maka produksi tidak akan berhenti. Ini sudah menjadi prinsip dalam ekonomi. Produksi baru terhenti jika terjadi krisis ekonomi seperti yang terjadi di Bulgari pada tahun 1990-an dimana ketidakstabilan ekonomi memaksa tertutupnya sebagian besar rumah produksi film Blue ini.

2.      Legalitas
Pendapatan pajak yang menggiurkan meyakinkan pemerintah beberapa Negara untuk melegalkan aspek pornografi ini kecuali untuk anak dibawah 18 tahun serta dengan aturan tertentu yang berlaku dinegara tertentu. Namun hal yang perlu perhatikan, legalitas menyebabkan produksi film bergenre khusus ini semakin subur. Bayangkan saja dengan sedikit acting dan hanya perlu beberapa artis saja, rumah produksi sudah bisa meraup keuntungan yang legal menurut Negara tertentu.

3.      Nilai seni
Terkadang yang menjadi pendukung utama dari film blue ini adalah penikmat seni. Dikarenakan seni adalah ekspresi manusia, maka apa yang diekspresikan oleh manusia adalah seni. Pendapat ini ditentang pada beberapa agama dan peraturan beberapa negara. Hanya saja, kita perlu menyadari bahwa selagi masih manusia yang memberikan pendapat maka hukum itu ada ditangan mereka. Dan seni adalah seperti apa yang mereka pikirkan. Itu menurut para penikmat seni bergenre khusus ini.

4.      Kebutuhan Manusia
Sex menjadi kebutuhan bagi manusia. Pada beberapa Negara ada aturan yang mengatur peraturan tentang sex dan aplikasinya sehingga ada beberapa penyimpangan yang bisa saja terjadi. Sex juga menjadi pilihan bagi beberapa orang untuk mewujudkan cintanya kepada pasangannya. Meski Cinta bukan hanya seks dan seks tidak bisa mewakili cinta. Namun, kehadirannya dalam pernikahan berkedudukan sebagai pemanis hubungan rumah tangga tersebut. Namun, efek negative bisa terjadi pada seks diluar nikah. Pada beberapa Negara, seks diluar nikah merupakan hal yang lumrah. Bahkan dianjurkan untuk memperbanyak keturunan karena ada beberapa Negara yang sedang mengalami kesulitan pertumbuhan manusia karena banyak wanita dinegara nya yang tidak ingin mempunyai anak. Seks diluar nikah butuh tuntunan, nah, pada dasarnya film blue secara tidak langsung menyediakan tuntunan untuk melakukan seks yang bisa memuaskan.

5.      Informasi dan Teknologi
Perkembangan teknologi informasi masa kini memberikan dukungan kuat terhadap film blue. Dimana pun anda berada, anda bisa mengakses situs-situs yang berkonten porno. Beberapa Negara di dunia telah melakukan pemblokiran pada situs ini termasuk di Indonesia. Sebagai Negara pengakses nomor 1 situs porno di dunia, Indonesia melakukan gebrakan baru dengan peraturan UU ITE yang membungkus semua kemungkinan tersebarnya pornografi. Namun, berbicara masalah peraturan, berbicara masalah pelaksanaan. Saya bisa dengan yakin menyatakan pemblokiran yang selama ini digadang-gadangkan oleh pemerintah ternyata hanya berlaku untuk daerah tertentu saja. Di daerah Jakarta, pemblokiran terasa sempurna melalui jaringan “NawalaProject” meski masih bisa ditembus dengan beberapa cara (saya berhasil menembusnya). Namun, sesaat saya menginjakkan kaki saya di Sumatera dan tiba-tiba saya terpikir apakah pemblokiran itu berlaku untuk seluruh wilayah Negara ini. Ternyata, TIDAK. Silahkan dicoba sendiri. Kemudahan informasi inilah yang menjadikan Produksi Film Blue akan tetap meiliki pangsa pasar yang cukup untuk memenuhi profitnya.

                Faktor-faktor tersebut hanya beberapa kumpulan faktor lainnya. Contoh: kepuasan individu, suatu gebrakan baru, dll. Kita tidak bisa menyalahkan berkembangnya film bergenre khusus ini apabila faktornya tidak ktia berantas. Pada kenyataannya, tidak semua Negara berniat untuk memberantasnya. Selama ini terjadi, selama itu pula Film Blue dan pornografi akan berkembang.

“Terkadang pilihan yang sulit ada pada keuntungan yang sangat besar. namun apakah jiwa-jiwa siap untuk kehilangannya?”

[Riyan Al Fajri, disaat sms-an dengan seorang teman abadi, 17 september 2011 pukul 20.05 WIB]

Komentar

Postingan Populer