Instagraming

Kuliah Versi Mahasiswa: Keuangan Negara (Riyan Al Fajri)

                Kuliah pertama semester 4, Keuangan Negara. Begitu judul besarnya. Coba pikir apa yang terbayangkan olehmu dari kata tersebut? Makanan enak atau cemilan yang banyak? Hm, saya tidak yakin. Meskipun kalian adalah orang dengan profil tubuh 167 cm dan 69 kg, saya yakin kalian tidak memikirkan itu. bicara masalah makanan dan cemilan, ternyata, keuangan Negara itu memang ada hubungannya dengan makanan dan cemilan. Siapa yang sangka? Nah, mau tahu apa hubungannya? Sabar, nanti sampai kesana.

                Pertama yang perlu diingat adalah saya tidak menganjurkan kalian membaca buku karya Richard Musgrave yang sudah pasti itu sangat membingungkan, saya juga tidak akan menganjurkan kalian membaca buku-buku tentang ketatanegaraan lainnya yang memang sudah beredar dipasaran namun saya ingin mengajak kalian berimajinasi dengan dua kata tersebut, “Keuangan” dan “Negara”.

                Berat? semua berkata seperti itu. siapa yang tidak kenal ahli keuangan Negara? Cirri-cirinya simple saja, kepalanya botak didepan, orangnya serius dan perfeksionis. Siapa yang tidak mengenal mereka? mari sebut satu diantara nama yang terkenal. Ayo sebut! Kalian tidak tahu? Ok, sama. Saya juga tidak tahu. Jadi saya ubah pernyataannya, siapa yang kenal ahli keuangan Negara? Tidak ada? Waw, amazing. Berarti kita masih normal.

                Sebelum kita ngomong-ngomong siapa yang ahli. Teman-teman tahu ga apa itu Keuangan Negara? Jangan-jangan dari tadi kita berceloteh, ternyata tidak tahu sama sekali. Ok, saya coba cerita versi saya dulu nih. Mau terima kan? Mau lah, biar tulisan ini berlanjut harus diterima.

                Untuk masuk ke apa itu keuangan Negara, kita harus tahu dulu apa itu hukum. Kenapa? Karena keuangan Negara nanti ujung-ujungnya mengatur dan memaksa. Nah, kan sesuatu yang memaksa dan mengatur itu disebut hukum. Tapi tidak cukup itu saja. Hukum memiliki beberapa dimensi yakni, Aturan, Pengakuan dan Sanksi. Ada aturan tapi tidak diakui, nonsense, ada aturan, diakui tapi tidak ada sanksi atas pelanggaran, hukum pasti ditinggalkan. Jadi semuanya harus ada. Agar langgeng dan menjadi keluarga yang sakinah. Selain itu apa yang dibutuhkan hukum? Objek. Menurut Objek hukum dibagi menjadi hukum private dan hukum public. Kita sama sama memahami kalau private artinya pribadi. Contoh hubungan antara Udin dan istrinya. Itu pribadi. Tapi kalau hubungan Udin dengan Negara, itu urusan umum. Hukum Public namanya. Misal, Udin adalah menteri keuangan. Udin punya kewajiban mengatur uang Negara. Nah, tugas dan wewenang udin diatur oleh hukum publik.

                Dalam hal Udin tadi, ada dua hukum public. Hukum tatanegara dan hukum administrasi Negara. Lalu apa pula bedanya hukum tata Negara dan administrasi Negara? Kalau diibaratkan organisasi mahasiswa, contoh BEM. BEM punya AD/ART. Benarkan? Kalau merasa BEM nya belum punya AD/ART buat lah cepat, tak diakui nanti BEM kalian.  AD/ART mengatur hal-hal dasar. Benarkan? Untuk teknis itu diatur oleh keputusan Presma. Seperti itu pula Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara. Tata Negara mengatur fundamental nya, administrasi Negara mengatur teknisnya. Nah, di administrasi Negara inilah banyak orang yang botak-botak itu.

                Negara Indonesia adalah Negara besar. sayang seribu sayang, hingga 2003 kita masih dijajah oleh Belanda. Tidak percaya? Bukti nya adalah sampai dengan tahun 2003 kita masih memakai sistem Belanda dalam mengatur keuangan Negara. ICW namanya sistemnya. Kepanjangan nya? Cari sendiri saya juga tidak tahu. Percuma kita gembar-gemborkan kita merdeka dari 1945, toh secara pengelolaan keuangan kita masih sama terjajah. Miris. Memang. Namun, dengan adanya perubahan signifikan. Kita akhirnya merdeka dari segi pengelolaan keuangan. Hal ini ditandai dengan keluarnya UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Beri teput tangan untuk bapak anggota dewan terhormat di senayan sana.

                Tentu alasan kemerdekaan pengelolaan uang ini bukan hanya itu. ada landasan-landasannya, apakah itu filosofis, yuridis, sosiologis maupun teoritis.

               Secara filosofis, ternyata imbas dari alinea ke 4 pembukaan UUD 1945, kita butuh uang. Mau mencerdaskan kehidupan bangsa tapi tak ada uang, Nonsense. mau beli buku gimana? Mau mensejahterakan bangsa tapi tak ada uang, omong kosong. Mau beli nasi gimana? Imbasnya adalah Uang. Memang, Uang tidak bisa mendapatkan segalanya tapi segalanya butuh uang. Imbasnya adalah perlu ada orang yang mengolala, caranya gimana, serta apa landasan pengelolaannya. Coba bayangkan kita membentuk Negara, tapi orang jadi miskin , susah dan sengsara. Itu bukan Negara namanya. Lahirnya Negara berimbas pada lahirnya hak dan kewajiban. Negara punya hak mengambil pajak dan mendistribusikan, dan warga berkewajiban untuk mengikuti. Begitu pula secara yuridis, sudah jelas disampaikan di pasal 23, 23A,B,C,D. UUD 1945. Mau lebih jelas? Baca sendiri.

                Sosiologis, lucunya Negara ini sudah berusaha merdeka dalam pengelolaan keuangan sebanyak 13 kali. Namun gagal. Kenapa? Goncangan politik, rayuan politik, dan makanan politik. Politik dan politik. Mulai dari zaman kemerdekaan 1945 sampai 2003 tak bisa merdeka. Begitulah politik menghambat perkembangan Negara. Jadi gua bilang WAW gitu? tidak. Tanpa politik, Negara juga tidak akan ada namun seharusnya politik tak jadi penghambat. Benarkan?
Siapa yang tidak ingin merdeka? Mereka yang ingin merdeka, yang pertama kali dimerdekakan itu adalah pikiran mereka. Kita bisa ambil contoh Boedi Oetomo. Mereka berusaha menyebarkan pemikiran nasionalis dan hilangkan perbedaan antara suku bangsa. Begitu pula untuk keuangan Negara. Dizaman terjajah sebelum 2003, Negara ini berpikir secara tradisional. Kuno. Katrok. Masuk 2003 kita modern. Kenapa? Sebelum 2003 kita menggunakan Fundamental distrust, dimana yang diutamakan adalah control input. Sedangkan setelah 2003, kita menggunakan Performance, control hasil.

               Ibaratnya kita sedang bicara tentang Anggaran Uang saku. Anggap si Udin minta uang saku sama orang tua seminggu sekali.

              Udin bilang, “Pa, minta uang untuk seminggu kedepan. Rp 300ribu.”,

             si ayah bilang, “untuk apa?”.

             Udin jawab, “uang makan dikosan Rp 200ribu. Nongkrong Rp 50ribu. Ongkos Rp 50ribu”.

            Ayah langsung kasih uang itu. inputnya uang makan, nongkrong dan ongkos. Nah, ini disebut paradigma tradiosional. Yang masih menggunakan control input dalam pelaksanaan anggaran.

            Namun kisah lain, missal si Usman.

            “Yah minta duit Rp 300ribu”.

             Si ayah kan telah jadi orang yang modern, dia yang penting hasil. “Apa yang akan kamu hasilkan dari uang Rp300ribu yang akan ayah kasih?”. Jadi si Ayah tidak tanya input dulu, tapi tanya hasilnya dulu.

             Si Usman jawab, “dengan uang Rp 300ribu, Usman ingin dapat calon istri yang shalehah”

            “Apa yang kamu butuhkan?”

           “Uang makan yah biar tetap sehat. Jadi bisa tebar pesona. Rp 200ribu. Ongkos ke Mesjid yah biar tetap bisa dekat dengan Allah Rp 50ribu. Uang beli baju koko biar dicintai Allah yah Rp 50ribu”.

           Nah, kasus ini disebut dengan Paradigma baru, alias lebih mengutamakan Performance atau control terhadap hasil dari pada inputnya. Input hanya dijadikan penyokong untuk hasil yang diinginkan. Jadi pemikiran dari pengelolaan uang hanya “kebutuhan yang harus dipenuhi” bergeser kepada “Apa hasil dari uang yang telah diberikan?”. Performance is number uno.

                 Lalu ada landasan teoritis, yang itu loh yang katanya UUD itu hanya mengatur dasar-dasar saja, UU mengatur yang lebih teknis, peraturan menteri lebih teknis. Ya seperti itulah. Sama-sama pahamlah kita.

               Well, dari tadi kita bicara pembukaan ya. Belum masuk ke intinya. Ingin tahu siapa yang ahli tentu harus paham apa yang diahlikannya. Apalagi lagi mau makanan dan cemilan. Untuk bisa dapat makanan dan cemilan kita harus jalan-jalan dulu ke kota Roma. Ribet. Tapi easy going lah. Everything is gonna be alright. Biar ga makin lama nih, kita masuk aja ke keuangan Negara.

               Tadi kita sudah bicara masalah hak dan kewajiban. Nah, keuangan Negara itu ternyata berhubungan sekali dengan hak dan kewajiban. Apalagi segalanya butuh uang. jadi keuangan Negara itu bisalah diartikan sebagai hak dan kewajiban yang bisa diukur dengan uang. matre kali ya? Tapi itu dia intinya. Perlu dingat juga, selain diukur dengan uang, dia juga harus bisa jadi kekayaan Negara. Contoh kamu punya baju, bisa jadikan uang kalau dijual tapi itu kan barang pribadi kita bukan barang Negara. Jadi itu bukan kekayaan Negara dan itu tidak diatur dalam keuangan Negara. Maka dari itu ada 3 hal utama, pertama dia itu hak dan kewajiban, kedua dapat dinilai dengan uang terakhir  dia itu dapat menjadi kekayaan Negara. Tentu yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

                Itulah keuangan Negara. Capek-capek kalian membaca note ini ternyata hanya itu artinya. Lalu bagaimana agar dapat makanan dan cemilan? Oh, Keuangan Negara ini punya aspek social  ekonomi. Ada stabilisasi, distribusi, dan alokasi. Nah, aspek-aspek ini berhubungan erat dengan ruang lingkup dari hak dan kewajiban Negara. Contoh ruang lingkup hak Negara itu ada hak memungut pajak dan mengeluarkan serta mengedarkan uang lalu meminjamnya. Contoh lagi ruang lingkup kewajiban Negara menyediakan layanan umum dan membayar utang. Nah, lihat aspek ini.

                Aspek stabilisasi, missal, Negara menaikkan BBM, Bukan Blackberry Messenger. Harga beras naik, harga kopi naik, harga baju naik, harga cinta galau. cinta tapi tak bisa kasih makan, cinta tapi tak bisa belikan baju, cinta tapi tak bisa ajak jalan-jalan, ya galau. akibat kegalauan, kriminalitas meningkat. Stabilitas? galau selangit. Everything’s possible. Mau makan? Mahal. Mau ngemil? Ga sanggup beli. Itu karena apa? Keuangan Negara. Jadi kalau mau dapat makanan dan cemilan, ya kelolalah keuangan Negara dengan baik dan benar.

                Kemudian ada lagi distribusi, pernah tahu Robin Hood? Dia mencuri dari orang kaya lalu dibagikan ke orang miskin. Nah, Negara dalam posisi ini sama seperti Robin Hood. Mengambil pajak dari orang kaya dan mendistribusikannya ke orang yang tidak kaya. Bedanya, Robin Hood itu hartanya HARAM karena hasil curian, Negara itu legal karena diatur undang-undang. Jadi kalau mencuri dan hartanya jadi legal, bikin UU yang memperbolehkan mencuri. Insya allah, itu akan jadi legal. Tapi siapa yang mau sih bikin yang seperti itu?

                Lalu ada Alokasi, ya sama-sama tahu lah kita. kasih-kasih aja ke pos-pos yang butuh. Ok clear.

                 Lantas, bicara masalah Ahli tadi. Kenapa banyak ahli keuangan Negara tidak terkenal? Jawabannya simple saja, ahli keuangan Negara lebih banyak bekerja daripada bersuara. Coba bayangkan kalau mereka banyak bicara, mana bisa dikelolanya uang Negara. Dinaikkan sedikit BBM, inflasi, krisis air bersih, dll. Pekerjaannya tidak sulit, kalau mau naikkan BBM, tinggal naikkan. Tapi tidak sesederhana itu, AHli-ahli tersebut menanggung beban yang sangat berat. makanya kepalanya botak. Dinaikkan BBM sedikit, berapa juta orang miskin bertambah? Itu tanggung jawab mereka. jadi, kalau menurut saya, daripada kalian berbondong-bondong mengenal boyband dan girlband, yuk mari kenal siapa yang mengurus uang Negara ini. Jangan sampai mereka ngambek. Sempat kayak gitu, habislah kita dibuatnya.

~ Selamat anda telah membaca tulisan anak Galau. Apabila terdapat ketidaksinambungan harap dimaklumi dan dilaporkan ke Ustadz terdekat agar mendapat Rukyah dan pengobatan psikologis yang wajar. (#loh??? Ga Nyambung. haha) ~

Komentar

Postingan Populer