Instagraming

Ide Mahasiswa: Kementerian Negara Pengelolaan Zakat dan Harta Muslimin (Riyan Al Fajri)

                Republik Indonesia adalah negara dengan ideologi pancasila dengan supremasi hukum dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam UUD 1945 hasil amandemen pasal 1. Sehingga, Indonesia bukan negara islam secara konstitusional. Fakta lain juga perlu dipertimbangkan, yakni Rakyat Indonesia 88% adalah pemeluk islam (sensus 2010). Sebuah lembaga bernama Pew Research Center's on Religion and Public Life merilis jumlah populasi umat Islam di Indonesia yang menurutnya mencapai 13% dari keseluruhan populasi umat Islam di dunia yakni 205 juta jiwa lebih .

                Meskipun bukan sebuah negara Islam, Indonesia perlu mempertimbangkan asas-asas syariah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya adalah melalui kegiatan perekonomian. Pasal 23 UUD 1945 hasil amandemen telah mengamanatkan pada pemerintah untuk mengelola keuangan negara, pengaturan pajak, moneter, melalui Undang-Undang. Salah satu klausulnya menyatakan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang harus ditetapkan melalui undang-undang. APBN difungsikan sebagai gambaran usaha pemerintah memenuhi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Tujuan utamanya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan umum serta ikut terlibat dalam perdamaian dunia. Menurut UUD 1945, APBN disusun pemerintah setiap tahun.

                Pada APBN-P 2012, Pemerintah Pusat Republik Indonesia menganggarkan Pendapatan Negara sebesar Rp 1.358,2 T dengan rincian dari sektor Perpajakan Rp 1.016,3 T, Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp 341,1 T, dan Hibah Rp 0,8 T. Sedangkan Belanja Negara Rp 1.548,3 T, terdiri dari:  Belanja Pemerintah Pusat Rp 1.069,5 T, transfer Ke Daerah Rp  478,8 T. Dengan Pembiayaan Rp 190,1 T terdiri dari: Dalam negeri  Rp 194,5  T dan Luar Negeri (Rp 4,4 T).

                Skenario diatas menunjukkan bahwa pemerintah masih harus melakukan pinjaman untuk membiayai belanja. Sebagai negara dengan sumber daya manusia yang berlimpah sungguh ironis jika pemerintah tidak bisa memanfaatkan alternatif yang tersedia. Pemerintah dapat meningkatkan penerimaan negara melalui penetapan baitul maal sebagai bagian pendapatan negara. Selama ini, Indonesia terkesan sekuler dengan hanya menetapkan penerimaan negara pada Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak dan hibah.

                 Pemerintah seharusnya bisa menempatkan pendapatan “harta muslim” sebagai harta yang harus didistribusikan (net Rp 0, pemasukan = pengeluaran) maka itu akan menambah pendapatan negara. Selama ini, harta muslim, baik itu melalui zakat maupun wakaf, berada pada lembaga-lembaga tertentu. Sehingga pemerintah tidak mengetahui jumlah pasti pendapatan dari sisi ini. Padahal potensinya sangat besar, 205 juta jiwa penduduk muslim jika masing-masing berzakat 2,5% pertahun dengan pendapatan perkapita 2011 USD 3600 pertahun (atau sekitar 32.400.000). 2,5%x32.400.000x205.000.000, maka potensi zakat Indonesia mencapai Rp 1660,5 Triliun.

                Menurut Islam, pos-pos pendapatan negara adalah:

  1. Zakat
  2. Jizyah
  3. Kharaj
  4. Ushur
  5. Nawaib
  6. Pinjaman
  7. Wakaf
  8. Fai’
  9. Khums
  10. Amwal Fadl
  11. Kaffarah

                Menurut UU No. 23 tahun 2011, Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai syariah islam. Bagi sebuah negara islam, zakat merupakan pendapatan utama. Objek zakat pun sangat banyak, mengingat perkembangan zaman, zakat bisa ditarik dari zakat profesi dan sebagainya. Dalam konteks Indonesia, Pemerintah bisa memaksimalkan penerimaan negara melalui zakat ini. Perlakuan pada zakat di bidang perpajakan (pph 21 dan pph 23), sumbangan keagamaan itu dikurangi dari Penghasilan Kena Pajak. Sehingga potensi zakat ini tidak akan “mengurangkan” keadilan bagi kaum muslimin Indonesia. Jadi, zakat yang dibayarkan akan mengurangi pajak penghasilannya. Jadi, jika ada anggapan apabila pengenaan kewajiban zakat akan mengurangi kesejahteraan itu salah, karena zakat serta merta akan mengurangi pajak penghasilan yang akan dibayarkan oleh wajib pajak.

                   Zakat sebagai sumbangan wajib keagamaan haruslah menjadi instrument fiskal yang diutamakan pengalokasiannya oleh pemerintah. Berbeda dengan pendapatan pajak dan PNBP, apabila zakat dikelola pemerintah dan dimasukkan sebagai pendapatan resmi, pemerintah tidak boleh menumpuk dan mengambil keuntungan (laba) atau modal pembangunan. Jadi, zakat dialokasikan murni sebagai belanja untuk kepentingan rakyat. Misalkan, untuk pembangunan jembatan di daerah terisolir, beasiswa bagi siswa tidak mampu, modal usaha bagi orang-orang miskin. Dana zakat ini tidak dibenarkan dipergunakan untuk investasi pemerintah karena pada intinya zakat untuk distribusi pendapatan dikalangan muslim.

                   Alokasi zakat pun harus memenuhi neraca nihil. Maksudnya net antara pemasukan zakat dan pengeluaran zakat harus nihil. Mengingat zakat tidak boleh ditumpuk sebagai harta negara, karena zakat dasarnya adalah harta kaum muslimin yang akan didistribusikan pada mustahik zakat (pada khususnya) dan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan infrastruktur merakyat (pada umumnya).

                   Pos lain dalam pendapatan negara islam adalah Jizyah. Jizyah adalah pajak yang dibayar oleh kalangan non-muslim sebagai kompensasi atas fasilitas sosial-ekonomi, layanan kesejahteraan serta jaminan keamanan yang mereka terima dari negara. Jizyah diambil kepada non-muslim yang mereka tetap pada keyakinannya, apabila masuk ke islam, maka kewajiban membayar Jizyah gugur. Dalam konteks Indonesia, Jizyah sudah terwakilkan melalui pajak-pajak yang diatur oleh negara. Jadi tidak perlu dimasukkan secara khusus lagi pada pendapatan negara.

                   Berikutnya adalah Kharaj. Kharaj hampir sama dengan Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia namun dalam negara islam hanya diperuntukkan bagi kaum non-muslim sebagai hak atas kaum muslimin terhadap penaklukkan kaum nonmuslim maupun melalui perjanjian damai. Dalam konteks Indonesia, mengingat sudah ada peraturan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dan PBB yang dipengelolaannya diberikan pada daerah, maka sudah tidak perlu diatur lagi. Selain itu mengingat asal equality atas setiap warga negara, maka pajak atas tanah (baik kharjiyaah (tanah yang dimiliki hanya kegunaannya) maupun ‘usyuriyah (tanah yang dimiliki keseluruhan)) tidak perlu diatur dalam pendapatan atas harta kaum muslim.

                  Lalu ada Nawaib, pajak umum yang dibebankan pada warga negara untuk menanggung kesejahteraan social atau kebutuhan dana dalam situasi darurat. Tugas utama negara adalah memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya. Dalam keadaan dirasakan mendesak, maka pemerintah bisa mengenakan pajak darurat ini equal kepada muslim maupun non muslim. Biasanya ditarik jika dalam kondisi perang.

                   Sumber berikutnya adalah ushur. Dipersamakan dengan Bea Masuk pada impor. Sudah diatur jadi tidak perlu lagi. Amwal fadl juga tidak perlu diatur secara khusus lagi mengingat sudah ada yang mengatur tentang warisan. Sama seperti ushur dan amwal fadl, ada pula khums dan fa’i. Ia adalah pajak proporsial dari persentase yang didapatkan negara dari harta rampasan perang. Mengingat, zaman sekarang sudah tidak ada perang, maka tidak perlu diatur.
Pos-pos pendapatan ini seharusnya bisa meningkatkan pendapatan negara jika diatur khusus melalui sebuah kementerian. Praktek hari ini, zakat diatur oleh BAZNAS dan LAZ lainnya yang tersebar di Indonesia. Apabila dibuat sebuah Kementerian Negara Pengelolaan Zakat dan Harta Muslimin, pengelolaannya akan lebih bagus. Jadi pendapatan negara tidak hanya dirangkum APBN saja. Ada baitul maal yang membantu secara nasional.

Berikut ilustrasi perbandingannya:

Indonesia sekarang
Penerimaan Negara:
     Penerimaan Pajak         xxx
     Penerimaan Negara
     Bukan Pajak (PNBP)     xxx
     Hibah                              xxx
Belanja Negara:
     Transfer ke daerah       xxx
      Belanja Subsidi             xxx
      Belanja Modal              xxx
      Belanja Pegawai           xxx
      Bantuan Sosial              xxx
      Bunga                             xxx
      Belanja Lain-lain           xxx
Pembiayaan:
      Dalam Negeri                xxx
      Luar Negeri                    xxx


Negara Islam
 Penerimaan Negara:
1. Dari Warga Muslim
- Zakat                                 xxx
- Wakaf                               xxx
- Sedekah                            xxx
- Pajak lain-lain                  xxx
2. Dari Warga Non Muslim
-    Jizyah                               xxx
-    Kharaj                              xxx
-    Ushur                               xxx
-    Pinjaman                         xxx
3. Dari Sumber lainnya
-    Hadiah                             xxx
-    Fa’I                                   xxx
-    Ghanimah                       xxx
-    Pinjaman                         xxx
Belanja Negara:
   Biaya Pertahanan                  xxx
   Penyaluran Zakat                  xxx
   Pembayaran Gaji                   xxx
   Pembayaran Utang               xxx
   Beasiswa                                 xxx
   Bantuan untuk musafir        xxx
   Pembayaran Tunjangan       xxx
   Penyediaan barang public   xxx

Indonesia + Sistem Baitul Maal
Penerimaan Negara:
1. Penerimaan Konvensional
-  Penerimaan Pajak            xxx
      -  Penerimaan Negara
         Bukan Pajak (PNBP)         xxx
-  Hibah                                  xxx
2. Penerimaan Syariah
-    Zakat                                   xxx
-    Nawaib                               xxx
-    Pinjaman syariah              xxx
-    Warisan                              xxx
-    Kaffarat (Denda Hukum)xxx

Belanja Negara:
1.    Belanja Umum
     Transfer ke daerah       xxx
      Belanja Subsidi             xxx
      Belanja Modal              xxx
      Belanja Pegawai           xxx
      Bantuan Sosial              xxx
      Bunga (sementara
           Hingga  lunas)           xxx     
      Belanja Lain-lain           xxx
2.    Belanja Syariah
Alokasi Zakat                xxx  
Belanja modal              xxx
Bantuan Sosial             xxx
Belanja Lain-lain          xxx
Pembiayaan Syariah:
      Dalam Negeri                xxx
      Luar Negeri                    xxx

               Adanya kementerian khusus yang mengatur masalah zakat dan harta kaum muslimin diharapkan bisa menjadi pengatur utama pengeluaran dan pemasukan baitul maal.  Jadi belanja umum tidak bercampur dalam belanja syar’i meskipun dalam Neraca ditampilkan secara bersama-sama.

Penerimaan Syariah = Belanja Syariah

               Kemampuan negara dalam mengalokasikan sumber daya semakin besar, sehingga Multiple efek dari government expenditure nya akan lebih lebih besar. hal ini akan meningkat Produk Domestik Bruto dan sekaligus pendapatan perkapita.


“Terkadang, seburuk apapun ide itu terlihat, ia tetap sebuah kemungkinan yang bisa menjadi pilihan”

[Riyan Al Fajri. Disaat bingung membaca tugas Standar Akuntansi Pemerintah. Kamis, 12 April 2012. 15.30 WIB]

Komentar

Postingan Populer