Instagraming

Catatan Mahasiswa Galau: Pemimpin SARA (Riyan Al Fajri)


“Pemimpin harus cukup dekat dengan setiap orang, tetapi cukup jauh di depan untuk memotivasi mereka” [John Maxwell]

                Pemimpin. Pernahkah kita mendengar kata tersebut? Tentu. Siapapun pernah mendengarnya. Siapa dia? Apakah dia adalah orang terkuat diantara kita? apakah ia adalah orang yang paling sempurna disekitar kita? atau apakah dia adalah orang yang paling bijaksana didunia kita?

                Tidak. Ia tidak perlu menjadi yang terkuat karena dengan kekuatan terbatas yang ia miliki ia bisa melayani rakyatnya dengan sempurna. Ia mendengarkan keluh kesah mereka dan menanggung penderitaan mereka, bukan dengan bahunya yang kuat tapi dengan jiwa nya yang tegar memotivasi rakyatnya untuk terus beristiqomah. Ia pun bukan orang yang sempurna. Ia tidak harus hafal 30 Juz Al Quran dan menghafal seluruh kitab imam 4 mahzab. Atau pun ia bukan pula seorang yang punya kebijaksanaan luar biasa. Ia hanyalah seorang manusia yang bersedia. Bersedia untuk meluangkan waktu untuk melayani rakyatnya bukan dilayani rakyatnya.

                Namun seperti apakah dia? Perlukah kita mempertanyakan apa dirinya? Asalnya atau agamanya? Apakah ia akan menjadi seorang pemimpin yang luar biasa jika ia berasal dari suku tertentu di dunia sana? Tidak. Semua suku punya karakter sendiri dalam memimpin dan tentu semua nya luar biasa. Yang membuatnya jadi biasa-biasa saja ya pribadi yang memang tidak memiliki daya. Lantas bagaimana dengan agamanya?

                Sudah jelas Islam adalah agama yang mengakui pluralitas. Tidak pula ada pemaksaan dalam mengikutinya. Islam mengakui ada orang-orang yang menyembah Tuhan selain Allah. Dan tiada paksaan bagi mereka mengikuti agama Allah.

“Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku" [Al Kafirun: 1-6]

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[Al Baqarah: 256] 

Tapi islam tidak mengajarkan pluralism. Meskipun mengakui ada agama lain selain islam, tapi islam tidak membenarkan yang lain. jadi setiap agama tidak setara. Apabila ada ungkapan bahwa agama adalah ekspresi menuju tuhan dan setiap agama adalah kebenaran, maka itu salah. karena Allah berfirman:

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu…” [Al Maidah :5]

                Sudah sempurna. Jadi tidak usah mencari yang lain lagi.

“… janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui” [Al Baqarah: 22] 

                Apabila seperti itu, lantas bagaimana dengan kepemimpinan? Apakah kita harus mempertanyakan agama seorang pemimpin? Pertama yang kita harus tekankan, kita adalah pemimpin-pemimpin tersebut. Namun diantara kita, harus juga ada pemimpin.

“Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin…” [HR Muslim] 

Dan tentu kita diwajibkan untuk mentaati pemimpin.

Sebaik-baik Pemimpin adalah yang kamu cintai dan mereka mencintaimu. Kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakanmu. Sejahat-jahat pemimpin adalah yang kamu benci dan mereka membencimu. Kamu kutuk mereka dan mereka mengutukmu. Para sahabat bertanya, "Tidakkah kami mengangkat senjata terhadap mereka?" Nabi Saw menjawab, "Jangan, selama mereka mendirikan shalat. Jika kamu lihat perkara-perkara yang tidak kamu senangi maka bencimu terhadap amal perbuatannya dan jangan membatalkan ketaatanmu kepada mereka." [HR. Muslim]

Namun, akan menjadi perkara berbeda jika ia berbeda keyakinan. Iman adalah batas dimana kita berhubungan dengan orang lain. Hak waris terputus karena beda agama, pernikahan terputus untuk perkara yang sama, dan contoh yang lain. untuk taat kepada seorang pemimpin, kita benar-benar harus satu agama nya dengannya. Karena sungguh ia tidak hanya akan memimpin keduniaan kita. ia memiliki tanggung jawab akhirat terhadap kita. Bayangkan tanggung jawab seperti apa yang bisa dipikul oleh orang yang tidak pernah shalat terhadap kaum muslim?

            Lagi pula sudah jelas Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman [Al Maidah: 57]

Jadi apakah kita perlu mempertanyakan agama pemimpin? Harus. Bersama pemimpin kita menuju kesejahteraan dan bersama pemimpin pula kita menuju surga.  Apabila kita memperhitungkan ini, alamat kata negeri ini akan siap-siap dipenuhi kemaksiatan. Dan mari kita menunggu murka Allah karena kita mengabaikan larangan nya. Semoga Allah melindungi dan memberikan ridho pada kita dan pemimpin kita. Amin

Komentar

Postingan Populer