Instagraming

Catatan Mahasiswa Galau: Tuhan itu Paradoks (Riyan Al Fajri)


                Setiap orang memiliki kepercayaan. Mulai dari kepercayaan kepada Tuhan hingga kepercayaan kepada suatu prinsip yang ia pegang. Kita tidak perlu menutup mata dan telinga untuk mengakui bahwa pada hari ini ada banyak orang yang “mengadakan” Tuhan. Dan adapula yang telah istiqomah dengan satu Tuhan. Paradoks. Seyogyanya hanya ada satu Tuhan, karena kita meyakini Tuhan adalah “The Mighty”, “The Most Powerful”. Kalau ada yang “TER” berarti yang lebih sudah tidak ada apalagi yang setara.

                Bagi suatu kelompok, benarlah eksistensi Tuhan itu tunggal atau hanya ada satu. Beberapa agama juga sama. Namun, jika kita jumlah seluruh agama di dunia, ada banyak Tuhan yang telah terakui tanpa ada definisi yang sama pada kata “Tuhan” dari masing-masing kelompok. Jikalau Tuhan itu satu atau tunggal, berarti ada Tuhan-Tuhan yang seyogyanya tidak pantas disebut sebagai Tuhan. Lalu muncul sebuah kalimat, “Kita harus menghormati orang yang memiliki kepercayaan lain, dan kita harus ucapkan selamat atas perayaan mereka”.

                Sekilas, kalimat tersebut benar. Namun yang perlu kita lihat konsekuensi dari kalimat tersebut adalah eksistensi Tuhan itu sendiri. Sebelumnya, kita sepakat bahwa Tuhan itu tunggal atau satu karena ia adalah yang ”TER”. Ketika kita mengucapkan kata selamat perayaan kepada sahabat yang berkeyakinan berbeda, tidakkah kita sedang mengatakan “Tuhan kamu itu benar adanya sama seperti Tuhan yang aku sembah”? Paradoks.

                Beberapa kelompok ada pula yang mengatakan bahwa kita semua adalah hamba Tuhan. Dan orang yang bertuhan menghormati orang-orang yang bertuhan. Tuhan yang satu adalah satu pemaknaan dari Tuhan yang lain. namun ada perbedaan ungkapan karena perbedaan kelompok. Sekali lagi, ini sepertinya benar. Bisa jadi, disatu tempat Tuhan disebut X, di tempat lain disebut Y, dan  ditempat lain disebut Z. namun terdapat kejanggalan, jikalau seperti itu adanya, kenapa ajarannya berbeda? Kenapa cara beribadahnya berbeda? Seharusnya, apabila tetap satu Tuhan, walaupun penyebutan namanya berbeda, cara peribadatan tetap satu atau setidaknya tidak jauh berbeda.

                Akhirnya muncullah sebuah kesimpulan yang agak lucu. Jika benar Tuhan itu banyak, kenapa mereka tidak berebut untuk jadi yang “TER” padahal mereka sudah memiliki kemampuan yang “TER”? jika benar Tuhan itu tunggal, kenapa banyak orang-orang yang menyembah tuhan-tuhan yang berbeda? Apakah ada Tuhan yang palsu? Paradoks.

                Saya sendiri tidak mengakui adanya Tuhan karena sudah jelas saya hanya mengakui adanya Allah yang patut diibadahi dengan benar. Karena Allah bukanlah Tuhan, karena Allah adalah Allah. Mau disebutkan namanyapun ada 99 nama. dan sejauh yang saya tahu Allah itu adalah Ilah-nya kaum Muslimin. bukan Tuhannya kaum muslimin. tapi entahlah. Mungkin yang lain lebih tahu. ^_^
NB:
Maaf lagi galau jadi nulis apa yang terpikir aja. haha

Komentar

  1. yang menjadikan suatu hal menjadi paradoks adalah perspektif, dan cara orang memahaminya. kalaupun mau disebut paradoks, tentu ini bukan paradoks. karena sumbernya berbeda dan tidak membuat sebuah lingkarang pernyataan yang mengunci sehingga orang tidak bisa keluar dari pemikiran ini. sebetulnya tuhan itu tidak paradoks, hanya saja pemikiran orang berbentuk vertikal, bukan lingkaran, dan bagaimana cara seseorang mencapai pada keyakinan adanya tuhan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer