Instagraming

Catatan Mahasiswa Galau: Jadilah seperti... (Riyan Al Fajri )


                Pernahkah kamu mendapatkan nasehat dari orang tuamu? Saya yakin pernah. Seperti apa bentuknya? Coba saya tebak, tentang kehidupan bukan? Ya sebagian besar nasehat orang tua selalu tentang kehidupan. Kali ini saya ingin berbagi nasehat orang tua saya. Memang ini bukan nasehat orang tua kalian, tapi sungguh tiada perbedaan antara nasehat itu. Yang berbeda itu hanya cara mengkomunikasikannya.

                Nasehat ini mengatakan bahwa dalam hidup “Iduiklah mocam ikan jo ayu,dan jan lupo ambioklah  burung sebagai Ikhtibar nan elok” (Hiduplah seperti ikan dan air, dan jangan lupa ambillah burung sebagai ikhtibar yang baik). Lantas apa maksudnya?

                Pertama Ikan. Ada dua nasehat baik padanya:

Mocam mano doghehnyo ayu, ikan mambola dan malawan ayu dan pai ka hulu untuk batolu kacuali kalau mati. Babezo jo batang, kamano ayu mangalir, kasitu inyo pai. Inyo ndak banyawo dan ndak kuaso ba buek (Seperti apapun derasnya air, ikan membelah air dan melawan air dan pergi kehulu untuk bertelur kecuali kalau mati. Berbeda dengan batang, kemana air mengalir, kesitu ia pergi. Ia tak bernyawa dan tak kuasa berbuat).Maknanya? Kita hidup jangan mengikuti arus. Kalau kita mengikuti arus, kita sama seperti mayat hidup. Ada tapi tak berkuasa, ada tapi tak bebas berbuat. Itu bukan hidup. Berjuanglah meski melawan arus itu berat. Karena sungguh, apabila telah sampai dihulu, kita akan mendapatkan hasil yang sepadan dengan usaha kita.

Baonang ikan ka ayu asin, badannyo ndak akan pona asin (Berenangnya ikan ke air yang asin, badannya tidak akan pernah asin). Ini maknanya bahwa dikelompok manapun kita, dimanapun kaki berpijak dan dilingkungan seperti apapun kita, kita tak akan pernah berubah. Ingat, adat bersendikan sarak, sarak bersendikan kitabullah. Mau dilingkungan manapun kita, kita tetap hamba Allah, kita tetap orang islam. Jangan lupakan syariat islam. Orang mau mabuk-mabukkan, berzina, ataupun berjudi, kalau islam mengatakan itu dilarang, kita tetap tidak melakukannya.

Untuk itu, hiduplah seperti ikan. Kita harus berani dan kuat, dan jangan sesekali melupakan jati diri kita.


                Kedua adalah perkara air.

Ayu didaek ditompa paneh, pocah tobang ka langik. Diombui angin jatuh manjadi ujan. Manghidupkan manusia, tumbuhan jo hewan (Air didarat terkena panas, pecah terbang ke langit –jadi uap air – . dihembus angin jatuh menjadi hujan. Menghidupkan manusia, tumbuhan dan hewan). Dapatlah kita ambil hikmah, ketika beban yang besar menghimpit kita, cobaan silih berganti menemani, kesusahan pun datang bertubi-tubi, tapi tidak menghentikan amalan kita untuk memberikan kebaikan pada orang lain. Janganlah sampai kesusahan menyebabkan kita berhenti memberikan manfaat pada orang lain.

Andaikan kamu hidup seperti air, sungguh kamu akan menjadi orang besar yang menyelamatkan.

                Terakhir adalah tentang burung.

Pagi basue-sue, bau mancari makan. Siang jo sore mambai makan anak disarang. Sore lah inyo basue-sue lae tuk manutuik ari (Pagi bersiul-siul, barulah mencari makanan. Siang dan sore memberikan makanan anak disarang. Sorelah ia bersiul-siul lagi tuk menutup hari). Maknanya adalah bangun tidur pagi bersenang-senanglah. Bergembiralah datangnya hari baru. Penuhi dengan senyuman sehingga timbul semangat baru. Setelah itu, beranjaklah mencari rezeki ke seluruh hamparan bumi. Menjelang sore, pulanglah kerumah. Jangan terlalu lama diluar. Ingatlah anak dan istri dirumah. Ketika sudah makan dan perutpun sudah kenyang, tutuplah hari kembali dengan senyuman dan kebahagiaan. Insya allah hidup akan membahagiakan.

Begitulah ikhtibar yang bisa ditarik dari burung. Sungguh beruntung orang yang mempraktekkannya.

                Andai kita sudah melakukan tiga falsafah tadi, bukan hanya kebahagiaan yang akan kita raih, tapi orang lain akan merasakan kebahagiaan dari kebahagiaan kita. Sungguh hidup yang sempurna. Jadi, jangan lupakan tiga hal tersebut.

                Semoga kita termasuk orang-orang yang kuat, berani, bermanfaat dan bahagia. Semoga pula kita termasuk orang-orang yang sabar. Sungguh kebaikan itu datangnya dar Allah dan kita hanyalah penyampai yang penuh dengan kesalahan. Semoga kita selalu dalam naungannya. Amin.

NB:

*Disampaikan oleh Alm. Harun (kakek saya) kepada Alizar (ayah saya) dan disampaikan kepada Riyan Al Fajri (saya)
*Bahasa daerah yang digunakan adalah daerah bangkinang (dikenal luas dengan sebutan “Bahasa Ocu”)
*Apabila tiada berkenan nasihat ini, sungguh beda keluarga, beda pula yang ditinggalkan untuk penerusnya. Semoga kita selalu dinaungi keridhoan Allah. amin

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Bagus nasihatnya Ri. :)
    Enaknya kalo nasihat kayak gini terus di turun-temurunkan plus pake bahasa daerah kayak punya kamu ini, bisa jadi populer macem pepatah2 cina itu. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. pepatah cinta?? ini peninggalan keluarga juga dian. ^_^

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer