Instagraming

Kenangan Berakhir (Bapak dan Ibu Gunadi)

                Sedikit menyinggung ini, bagaimanapun saya paham seperti apa suasana hati “mantan” Ibu dan Bapak kos saya ini selama dua hari terakhir. Bagaimana tidak? Rumah yang menemani mereka memadu kisah kasih selama puluhan tahun, hari ini harus mereka tinggalkan. Rumah ini telah dijual. Rumah ini bukan milik mereka lagi.

                Saya perhatikan sekali-sekali bapak kos melenguh menatap langit-langit “bekas” rumahnya ini. Tampak raut berat memancar dari air mukanya. Mungkin beliau sedang mengingat, betapa kenangan begitu cepat berlalu seiring waktu yang memakan usia mereka. Kenangan masa mudanya, punya anak, lalu cucu serta sedih senang bersama istrinya tercinta. Kenangan yang tidak ada nilainya dibanding harga tebusan rumah ini.

                Sempat pula saya menemukan beliau sedang mengelus-elus dinding-dinding rumah ini. Entah kenangan apa yang memadu dalam kepalanya. Saya hanya yakin bahwa itu pasti kenangan yang berharga dan itu pasti indah. Usia telah memakan tubuh rentahnya. Bagaimana kesehariannya ia membersihkan rumah ini. Sebuah pekerjaan yang jarang dilakukan oleh orang seumurannya. Tapi saya melihat sebuah kecintaan mendalam saat ia mulai menyentuh setiap sudut rumah kenangan ini. Betapa tidak? Tiap sudut yang ia bersihkan, satu senyuman kecil larut dalam kejadian kecil itu. Mungkin ia sedang bersenandung dengan indahnya sejarah hidup yang menemani setiap waktunya dirumah ini.

                Beliau memang tak banyak bicara, tapi matanya berbicara banyak. Sering saya perhatikan beliau melamun dengan menikmati setiap jengkal rumah. Ah, mungkin ini sedang berkata dalam hatinya, “Kita akan berpisah rumah, terima kasih telah menjadi tempat kisah kami sekeluarga. Akan ada jutaan kisah yang aku bawa hingga ajal ku kelak”.

                Saya terhenyuk ketika menyadari mereka sengaja menambah waktu untuk tidur dirumah ini semalam dan tidur dilantai karena semua kasur telah mereka angkut pindah. Saya baru menyadari pagi buta ketika menyaksikan kedua orang tua renta ini tidur semalaman diatas dipan tiplek. Entah apa yang menusuk hati ini, tapi saya begitu menyesali kenapa saya terlambat menyadari ini. Setidaknya, saya bisa menumpangkan tempat tidur saya semalam untuk mereka.

                Saya mulai berpikir, begitu cintakah mereka pada rumah ini sehingga berat untuk meninggalkannya? Mungkin iya. Oh tidak, Pasti iya.  Puluhan tahun bersama, berada dirumah yang sama, diusia tua mereka pergi begitu saja. Rumah bisa menjadi milik siapa saja, tapi kenangan telah milik mereka. Kenagan memilih rumah ini sebagai bagian romansa kehidupan mereka. Rumah ini akan tua pada masanya, tapi kenangan akan tetap bersama mereka.  Bagaimanapun mereka sudah punya kisahnya sendiri dirumah mereka sendiri. Itu yang akan mereka kenang hingga nafas tak kan cukup lagi menghidupi.

                Terakhir, dalam kepala saya pun bercabang-cabang pemikiran polos saya. Hati saya berujar,

“Bapak, Ibu, terima kasih telah menerima saya dirumah ini 3 tahun yang lalu. Hingga hari ini saya masih sempat berkata, kalian bukan sekedar bapak-ibu kos bagi saya, kalian adalah pengganti orang tua terbaik bagi saya. Bapak dan ibu dalam arti yang sebenarnya”.

Betapa tidak? 3 tahun saya telat bangun, kalian ketuk pintu kamar saya. 3 tahun saya belum makan, kalian tawarkan makanan kalian. 3 tahun saya pulang kemalaman, kalian jaga pintu untuk saya. 3 tahun kalian setiap pagi bertanya bagaimana kondisi saya. 3 tahun kalian selalu mengucapkan hati-hati saat saya pergi kuliah. Jika itu bukan orang tua, lalu dengan nama apa lagi saya bisa menyebutnya?

                Saya hanya meyakini, rumah ini bukan sekedar kenangan untuk kalian berdua. Rumah ini kini telah menjadi kenangan untuk saya. Sejarah hidup bahwa saya pernah bersama orang tua sebaik kalian berdua. Saksi bisu bahwa “diri saya” masa depan itu ada setelah mengalami masa hebat ditempat kalian ini, rumah yang menerima saya 3 tahun lalu. Terima kasih, bapak, ibu. Saya akan sangat merindukan kalian. Tahun depan saya akan mengunjungi kalian di Yogyakarta. Terima kasih atas kenangan indah bersama selama 3 tahun ini, bapak, ibu...

“Kita akan sampai pada ujung dari sebuah cerita. Tapi itu bukan tanda akan berakhir, ujung itu akan menjadi awal bagi yang baru. Kisah kita tinggalkan dibelakang untuk kita ingat dimasa datang. Entah bagaimana nantinya, tempat kisah itu terjadi akan menjadi sangat berarti. Bahkan lebih berarti dari sebuah surga yang dipenuhi bidadari”  – Riyan Al Fajri, saat bapak dan Ibu kos pergi dari kosan untuk “selamanya”, Rabu 21 Agustus 2013
Foto saat pertama kali mama "menitipkan" saya kepada Bapak dan Ibu Gunadi. 19 September 2010
Foto saat pertama kali mama "menitipkan" saya kepada Bapak dan Ibu Gunadi. 19 September 2010

Komentar

Postingan Populer