Instagraming

Special Moments To Remember Before Graduation Party

5 September 2013, Pancoran.
Hari ini kita menuju kantor BPKP Pusat untuk tanda tangan persetujuan dan penilaian laporan Studi lapangan kita. Saya dan 3 orang teman naik motor menuju kantor yang beralamat di jalan pramuka tersebut. Di BPKP Pusat kami dijadwalkan bertemu dengan salah satu pejabat eselon yang merupakan dosen penilai kami. Dalam perjalanan patung pancoran, tiba-tiba terjadi kecelakaan. Motor teman saya bertabrakan dengan motor orang yang berhenti tiba-tiba didepannya. Sepersekian detik, saya yang tepat dibelakang mereka langsung membelokkan stang motor. Alhasil saya menabrak tiang listrik. Jegeerrr....

Saya coba tarik nafas dalam-dalam, lalu kita putuskan tidak mempermasalahkan tabrakan ini. bagaimana tidak? dosen kami sedang menanti kami. Sekitar 10 meter kami menjalankan motor kami, ada polisi lalu lintas yang mengadakan razia. Ketika itu, akibat kecelakaan tadi lampu motor saya mati. Saklarnya tertekan kebawah. Polisi tersebut berkata:

“Selamat pagi Pak, anda saya tilang. Lampu anda tidak menyala”
“Lah pak, ini hidup”
“Kalau pagi, hidupkan lampu besar Pak. Ini lampu kecil yang hidup”
“Ya sudah pak. Saya minta slip yang biru. Langsung transfer ke BRI”
“Bapak dikenai denda maksimal Rp 100 ribu. Ini buktinya. Bapak hati-hati dijalan, jangan parkir sembarang, terutama parkir di tempat yang dilarang parkir. Sekarang kita akan angkut langsung jika kedapatan pak. Terima kasih pak.”
“Terima kasih pak”

Antara paham atau tidak, saya masih belum bisa menemukan hubungan antara kena tilang karena lampu dan parkir ilegal yang disebut bapak tadi. Ya sudah lah, saya pikir mungkin ini sosialisasi kebijakan baru saja. Intinya, terima kasih pak. Sudah tabrakan, 100 Ribu pun melayang. Tahu penyebabnya apa? Saya kira ini karena saya menerobos lampu merah pertama kali dalam hidup saya. Ya sudah lah, ini peringatan dari Allah. Makasih Allah.

10 September 2013, STAN

“Pak, jadi sudah siap hardcover laporan saya?”

Begitu Mulut saya bersitegang dengan emosi saya di tempat fotokopian itu. Janji selesai tanggal 9, lantas diundur tanggal 10. Eh malah bilang tertinggal di ciputat. Emosi yang saya redam langsung menjadi penyakit. Ngomong-ngomong, sebelumnya saya juga sedang tidak enak badan. Sakit saya pun keluar semua ketika emosi yang saya tahan memuncak.

“Mas, jam 8 ya. Saya jemput dulu. Macet”

Ucap bapak-bapak separu baya yang mengurusi hardcover laporan saya. Ucapan nya itu biasa, tapi ketika dia ucapkan dengan santainya ia menyantap makanan, sedangkan saya sudah menunggu sesuai perjanjian jam 6 pagi, ucapan itu jadi pendongkolan terakbar hari itu. Karena si bapak melihat muka saya yang semakin tidak enak, ia langsung pergi menjemput laporan saya.

Alhasil, jam 8.30, saya mendapatkan hardcover laporan saya. Saya hubungi dosen pembimbing saya.

“Pak, maaf. Hardcover saya tadi bermasalah. Ini baru selesai. Saya sudah di STAN pak. Bisa saya ke ruangan bapak?”
“Oh, kamu ini sudah saya tunggu dari tadi. Nanti saja jam 11” (dengan nada yang berbeda)

Jantung saya berdegup naik turun tak pasti. Ah dosen saya marah. Ah dosen saya tidak senang dengan saya. Bagaimana ini? bagaimana ini? kicauan hati kecil saya memperparah demam pada hari itu. Akhirnya saya putuskan ke klinik untuk berobat. Saya lanjutkan makan gado-gado di daerah kalimongso. Ketika waktu nya tiba, 10.45 kira saya, saya menuju ke ruangan bapak. Saya sengajakan datang lebih awal agar bisa langsung meminta maaf pada si bapak.

Saya pikir lebih awal itu lebih baik, ternyata buruk sekali. Betapa tidak? suhu ruang tunggu yang dingin memakai AC memperparah demam saya. Tulang saya seperti dikikis satu persatu, badan saya pun lunglai tanpa mau mengikuti kehendak yang punya kuasa. Satpam ketika itu pun cemas dan meminta maaf tidak bisa mematikan AC untuk saya. Lalu bapaknya datang pada 11.45, saya pun mengantarkan laporan studi lapangan saya. Kamu tahu? Itu adalah 1 jam paling menyiksa dalam hidup saya berada dalam ruangan ber-AC dengan kondisi super sakit.

Cerita belum berakhir sampai disana. Beberapa detik saya menyelesaikan kewajiban terakhir sebagai mahasiswa STAN, saya lunglai dan tidak sadarkan diri di klinik. Saya telpon teman saya, Andita. Bersama sam, kedua sahabat baik saya ini mengantarkan saya pulang ke kosan.

“Hidup ini keras bung. Tapi perjuangan tidak boleh sampai berakhir. Apalagi menyerah. Itu bukan jawaban untuk menghadapi hidup”, pikir saya sesampainya dikos.

22-28 September 2013, Dinamika 2013 STAN

Mentee saya, Kelompok51, sedang Brainstorming untuk Social Act
Mentee saya, Kelompok51, sedang Brainstorming untuk Social Act

Jika saya ingin bercerita tentang Dinamika, saya kira kurang tepat jika saya menceritakan pelaksanaannya saja. Sebulan sebelum tanggal 22 itu, saya ingat kita para Mentor berkumpul untuk dilatih mental dan fisiknya. Fisik? Ya, kita punya latihan fisik. Semula saya mempertanyakan keberadaan latihan fisik ini, untuk apa? Padahal tupoksi kita adalah transfer ilmu dan budaya, dan itu tidak berkaitan dengan fisik. Daya kritis saya itu saya benamkan saja dikepala saya. Toh tidak ada ruginya bagi saya untuk melatih fisik ini bukan? Siapa tahu ketemu calon istri pas lari/jogging sore. Ya kan?

Lantas seingat saya, kita dibekali ilmu tentang nilai-nilai Kebangsaan, Pluralisme, Berpikir secara mendasar, serta Public speaking. Saya ingat sekali salah seorang teman dari spes BC ketika diminta bicara didepan, ia tak bisa mengucapkan satu katapun.

“Saya itu bisa bicara depan adik-adik pak. Tapi ini didepan teman satu tingkat. Ada rasa lain. Melihat ke pria nya saja grogi, apalagi ketika melihat wanita nya pak. Mulut saya tidak bisa bergerak”, ungkap teman saya ini didepan ruangan sebagai alasan “kediaman” nya.

Sontak seisi ruangan ketawa. Saya berpikir itu mungkin saja terjadi, toh BC tidak pernah punya “wanita” di kampus rawamangun sana. Sekalinya bicara dihadapan puluhan Rakanita Mentor. Siapa yang tak akan grogi jika melakukan sesuatu yang tidak biasa?

Masuk pra-dinamika tanggal 22 itu. Saya itu berharap lah adik-adik mentee saya itu kapasitas otaknya tinggi ya. Dan ya, saya dapatkan itu. Saya kasih sedikit clue, mereka langsung ambil inisiatif. Bahkan saya sempat berpikir, kalau seperti ini terus, saya yakin Indonesia akan sangat beruntung memiliki mereka.

Entah bagaimana, saya itu tipikal yang tidak peduli dengan tugas ya. Saya ingin membangun suatu perasaan nyaman serta merubah diri imut mereka ke realistis-idealis. Kira-kira beberapa waktu berinteraksi, saya dapatkan kunci masuk ke mereka. Bagaimana caranya? Ah tidak usah dibocorkanlah. Karena malu saja, masa saya harus cerita saya tidak tidur selama dua malam hanya untuk menghafal nama dan wajah mereka? Masa saya harus cerita saya tidak tidur selama dua malam hanya untuk membuka facebook dan twitter mereka dan mencari serta menghafal tentang jati diri mereka. Saya serius ingin mengembangkan mereka, untuk itu, saya akan akan lakukan apapun yang saya bisa. Tugas pertama saya adalah saya harus bisa masuk ke dalam hati mereka. Setidaknya, mereka harus punya sedikit kepercayaan pada saya.



Rekan, Raka dan Raknita Mentor, sesaat setelah Evaluasi Malam terakhir Dinamika
Rekan, Raka dan Raknita Mentor, sesaat setelah Evaluasi Malam terakhir Dinamika

Pada hari kedua, seingat saya, Revia, rakanita mentor yang berada dalam tim saya terserang asma. Ia terbaring tak berdaya di ruang mentor. Saat itu juga, saat itu juga, saya benar-benar tidak ingin meninggalkan rekan satu tim saya ini. saya ingat kira-kira waktu menunjukkan 22.10 WIB. Lalu medis datang dan mengantarkan Revia ke rumah sakit. Malam itu juga saya memahami, latihan fisik selama diklat Mentor itu ada manfaatnya, ada gunanya. Terima kasih kabid!

Saya kira puncak kebahagiaan saya adalah penutupan Dinamika 2013. Sempat terjadi insiden antara Peneva-Mentor (*pikir mereka), even itu berakhir sempurna. Saya yang tidak pernah menangis haru, hari itu tak kuasa membendung air mata ketika memeluk mentee-mentee (*tidak peduli mentee saya atau tidak) yang menangis juga.

“Adik, saya titip STAN kepada kalian ya. Tetap kompak, tepat Jaya ya, Generasi matahari”, ucap saya bersamaan air mata yang tak kunjung reda itu.

Hari itu, bagi saya, itu menjadi penutupan sempurna untuk suatu kisah pendek yang sempurna pula. Kita, para Mentor, punya waktu 6 bulan ke depan untuk transfer Ilmu, budaya dan ideologi. Saya kira, cukup dengan menjadi advisor mereka, mereka akan menemukan jati diri mereka sendiri. Karena setiap orang itu unik, karena setiap orang itu berharga. Saya akan pastikan mereka akan menjadi diri mereka tanpa takut dinilai oleh orang lain. Karena yang menjadikan mereka itu manusia adalah keunikan mereka.

Kelompok 51, mentee saya, lengkap
Kelompok 51, mentee saya, lengkap

8 Oktober 2013, Yudisium STAN
Apa hal yang spesial dari Yudisium? Lulus dan IPK bukan? Tidak. tidak sekedar lulus dan IPK. Mahasiswa prodip III Akuntansi STAN 2013 dinyatakan lulus dari STAN pada 8 Oktober 09.30 (*menurut jam Pak Fadhil Usman). Sejak pertama kalinya kami lulus, saya ingat betul ucapan kang Taufan, “Welcome to the real world, Pals. Kalian bukan lagi mahasiswa, kalian adalah rekan kami membangun negeri ini. Jangan kecewakan bunda pertiwi, kawan”.

Pindah status ini langsung menjadikan saya realistis. Dalam dunia nyata ada yang terbaik dan ada yang tidak terbaik. Ketika IPK diumumkan,  saya menyeberangi seantero mimpi berharap-harap bisa menembus 100 besar akuntansi. Setelah pengumuman berakhir, saya, Riyan Al Fajri, lulus dengan IPK 3,60 dengan Predikat terpuji dengan posisi 160 dari 1240 Lulusan Jurusan Akuntansi.

Yudisium, Lulus bersama Rekan - rekan terbaik.
Yudisium, Lulus bersama Rekan - rekan terbaik.

Saya pikir IPK itu sama sekali tidak penting, pada awalnya. Tapi dalam kondisi yang seperti ini, IPK menjadi penting. Kenapa? Karena setiap pemilik IPK terbaik di panggil ke depan untuk mendapatkan ucapan selamat kelulusan dari Direktur STAN. Dan saya tidak termasuk diantara mereka.

Untuk memuaskan hati kecil saya ini, saya bersama Andita berikrar saat itu juga, “Biarkan mereka yang memiliki IPK terbaik, tapi saya yang jadi Menteri Keuangannya”. Semoga Ikrar ini menjadi kenyataan. Amin.
Lantas saya kecewa? Tidak.Ssaya tidak segampang itu kecewa. Saya shock saja nama saya di Mention di Yudisium itu oleh Bapak Ali Tarfiji.

“...... dan kompetisi yang pertama kali diadakan di STAN sebagai wujud perubahan paradigma pendidikan, Managing Organization Workshop And Competiion 2013 dengan keluar sebagai pemenang kelas 3 O Akuntansi atas nama Andita, Bima Gusti, Hilda Chaerunnisa, Kartika, dan Riyan Al Fajri”.

Ketika nama saya disebut, semacam ada rasa senang. “Oh, ternyata kompetisi itu penting ya. Padahal itu satu-satunya kompetisi yang pakai otak yang saya ikuti selama di STAN. Hehe”

Akhirnya saya sampai pada kesimpulan, kita tidak perlu ikut banyak kompetisi. Cukup ikuti saja kompetisi yang tepat dan kita dapatkan manfaat melebihi apa yang telah kita usahakan. Karena ketepatan itu sangat penting, maka pandai-pandailah memilih.

12 Oktober 2013, Gelora Bung Karno Jakarta
Saya kira ini ide gila untuk menonton di SUGBK malam ini. Hujan dari sore tak kunjung reda. Tapi saya, andita, arga dan arif tetap lah jadi orang gila itu. Kita menerobos badai hujan untuk bisa mencapai GBK. Basah kuyup seperti berenang di kolam renang hanya untuk menonton Indonesia U-19 vs Korsel U-19. Saya pikir, basah kuyup ini biasa, paling saya akan sakit saja. Tapi feel yang saya dapatkan melebih semua itu.

 Saya masih muda, saya masih bisa menjadi gila. Jika sudah kerja, kegilaan saya pasti akan terbatas pula kan? Selagi masih menunggu penempatan, apa salah nya saya menikmati masa muda saya? Toh, hidup ini untuk dinikmati bukan? Intinya, selagi muda, nikmatilah setiap momennya karena itu akan menjadi pengalaman. Ingat, karena pengalaman itu bukan pengetahuan tapi tindakan. Jadi, hiduplah dengan pengalaman, dan itu akan menjadi pengetahuan. Bukan hidup dari pengetahuan, tapi miskin pengalaman.
Dan terakhir, Indonesia! Aku padamu! Selanjutnya, Gunung Rinjani!!!

“Kalau hidup sekedar hidup, Babi di Hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, Kera Juga Bekerja (Buya Hamka). Untuk itu, nikmati hidupmu, ciptakan pengalamanmu. Jangan berhenti menikmatinya meski waktu dan nafas mu tidak cukup untuk itu".-Riyan Al Fajri, 13 Oktober 2013, 16.35-

At GBK. Indonesia, Aku Padamu
At GBK. Indonesia, Aku Padamu

Komentar

Postingan Populer