Instagraming

Tanggapan atas “Muslim Memilih Pemimpin”

Untuk memulai tulisan ini, saya ingin meminjam istilah dari Ibn Qudamah Al Maqdisi dalam kitab Lum’atul I’tiqod, “Ikhtilafuhum rohmah”. Perbedaan diantaramu (ulama dalam hal Fiqh) adalah rahmah.

Memilih pemimpin masuk dalam kategori Fiqh Siyasah. Dan Fiqh adalah ranah perbedaan yang diperbolehkan. Dan bagusnya adalah dalam Hadis diriwayatkan Imam Ahmad dimana ketika hakim memutuskan masalah dan ia berijtihad, jika benar ia dapat dua kebaikan, sedangkan bila salah baginya satu pahala. Yakni pahala ijtihadnya.

Pada hadits ijtihad itu, Rasulullah menggunakan kata “Al Hakim” bukan “Ar-rajul” bukan pula “Da’i”, dsb. Hadits itu jelas memberi sinyal bahwa yang berijtihad mestilah orang yang “Al Hakim”. Paham akan hukum. Dalam hal ini fiqh siyasah ini berarti seorang Faqih. Memahami hukum islam.

Bila kita pakai hadits ini, maka jelas sekali, saya belum dibenarkan untuk berijtihad. Tapi disaat yang sama, saya dibenarkan meyakini pendapat ulama yang memiliki dasar yang kuat dalam pendapatnya. Konsekuensinya, apabila keyakinan saya benar, saya akan mendapatkan dua pahala. Pahala kebenaran dan pahala sebagai mukallid pada mujtahid. Jika salah, saya mendapatkan satu pahala.

Apa yang disampaikan oleh senior saya, Ferry Fadillah dalam “Muslim Memilih Pemimpin” adalah benar dengan kapasitas pemahaman beliau. Tapi saya pula meyakini bahwa ada kebenaran lain yang lebih bisa diterima logika saya berdasarkan pendapat ulama yang saya yakini pula kemampuannya.

Ini terlepas dari apakah saya akan mempermasalahkan Quraish Shihab yang dikutip oleh saudara saya ini. Saya kira Quraish Shihab punya kemampuan untuk diikuti keyakinannya, terlebih lagi ulama-ulama yang telah saya sebutkan dalam tulisan saya terdahulu. Bila saya harus berucap ulama-ulama yang mendapat rasa hormat dalam hati saya di negeri kita ini, Quraish Shihab adalah salah satunya.

Adapun perbedaan yang terdapat dalam pernyataan saya dan senior saya Ferry, itu adalah perbedaan yang saling merahmati. Insya Allah. Karena memang inilah keindahan Islam. Tapi jika kita berkata mana yang lebih tepat, saya yakini bahwa penjelasan saya sebelumnya tentu lebih tepat daripada keyakinan beliau.

Namun bila ditanya, mana yang lebih benar? Allah lah yang menjadi hakim yang maha adil atas pendapat para ulama, bukan?

Dari semua tulisan beliau dalam “Muslim memilih pemimpin”, entah saya yang terlalu sensitif atau senior saya yang tidak berhati-hati, penggunaan kalimat, “Pada akhirnya, dunia akan diisi oleh tiga jenis manusia : mukmin, munafik dan kafir. Dan bershaf lah bersama mereka yang mukmin!” sebagai penutup tulisan seakan-akan menafikan saya bukan termasuk golongan Mukmin karena berbeda pandangan dari beliau.

Saya berharap itu hanya perasaan sensitif saya saja, dan saudara saya tidak bermaksud demikian. Karena saya yakini, sebagai muslim, saudara saya Ferry memahami betul bahwa dengan berbeda masalah Fiqh tidak serta merta menjadikan saya sebagai seorang munafik karena saya tidak berada di shaf nya saudara saya Ferry dalam pendapat ini.

Saya yakini bahwa ada 3 jenis Muslim di Dunia ini. Sebagai Muslim kita memiliki 3 tingkatan yang perlu kita berusaha untuk menggapainya sebagaimana berita yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Tingkatan tersebut berturut-turut adalah Islam, Iman dan Ihsan.

Islam mengakui tiada sembahan selain Allah dan Muhammad rasulullah, mendirikan Sholat, menunaikan Zakat, berpuasa pada Ramadhan serta naik Haji bagi yang mampu.

Iman merupakan suatu tashdiq. Suatu pembenaran bahwa kita beriman pada Allah, Malaikat-Malaikat, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, Hari Akhir serta Qada dan Qadar.

Sedangkan Ihsan tingkatan tertinggi ini merupakan suatu penghambaan 100%. Dimana ketika kita beribadah seolah-olah melihat Allah. Jika kita tak mampu melihatNya, kita yakini bahwa Allah lah yang sedang melihat Kita.

Tingkatannya jelas terlihat, amal lahiriyah, amal bathiniyah dan tingkat tertinggi adalah gabungan Lahiriyah dan Bathiniyah. Kita sepakat telah berada pada golongan pertama Islam, Muslim bukan? Saya yakini saudara Ferry juga pasti berada dalam tingkatan ini.

Apakah saudara saya Ferry bersama saya berada pada tingkatan Mukmin? Cukup saya dan saudara saya menjawabnya di hati masing-masing. Karena bila saya “mengklaim” paling beriman sedangkan itu untuk menipu Allah dan kaum muslimin untuk hawa nafsu kebenaran pribadi saya, saya tak ubahnya seorang Munafik bukan? Sebagaimana diterangkan dalam Al baqarah ayat 9.

Mari bersama-sama kita wujudkan negeri yang aman dan damai serta penuh toleransi berdasarkan nilai-nilai luhur keislamanan yang berkebudayaan, toleran dan moderat. Islam bukan agama yang berat, bukan pula agama yang dimudah-mudahkan. Karena Islam ini hanyalah agama yang mudah dan tiada kesukaran didalamnya. Sebagaimana diterangkan dalam Al Hajj 78 dan hadits Innaddiini yusra dst dari Bukhari.

Untuk itu, bila ingin menggunakan hak pilih dalam pemilihan raya di sekolah saya dulu. Pilihlah yang bagus dan jelas pengalamannya. Pilih yang kamu sudah tahu kerja nyatanya. Bukan membedakannya berdasarkan SARA. Itu bukan tempatnya. Itu tidak tepat tempatnya sebagaimana yang saya jelaskan dalam tulisan saya terdahulu.

Terima Kasih
Hormat saya,
Alumnus yang suka tertawa
Riyan Al Fajri

Tulisan saya terdahulu: http://bukanaktivis.blogspot.com/2014/07/menertawakan-surat-orang-orang-pintar.html

Tulisan saudara Ferry : http://canaksaindonesia.wordpress.com/2014/07/15/muslim-memilih-pemimpin/

saya

Komentar

Postingan Populer