Instagraming

SAMAPTA ITJEN: Ganteng Maksimal



10 November 2014, hari itu kami baru saja tampil di acara Rapat kerja Pimpinan 2014 yang dihadiri oleh Menteri Keuangan yang baru. Dalam euforia sesaat itu, tiba-tiba, Pak Dudung (Kabag Kepegawaian) mengumumkan perihal samapta ini. Dipandu Mas Wika, 37 dari 77 angkatan kami megap-megap shock. Bukan soal ikut SAMAPTA nya, tapi jadwal pelaksanaannya.

Siapa yang tidak shock jika harus ikut samapta tanggal 12 November 2014 dan baru diinformasikan pada 10 November nya? Tidak ada persiapan fisik, persiapan barang pun digesa pada tanggal 11 November. Akhirnya, semakin menit-menit berlalu, siap tidak siap, show must go on.

12 November 2014, pagi, kami 37 orang sampai di cibubur sebagai arena tempur 10 hari ke depan. Semestinya, kita takut dan gugup lah ya bakal di “kurung” dari peradaban selama 10 hari, eh loh, kita malah menjadikan ini sebagai percandaan. Tidak ada raut takut dan gunda di wajah teman-teman. Paling Cuma ada wajah penasaran saja.

Saya malah excite sendirian. “Wah, aku bentar lagi bisa main-main. Senang-senang. Kembali pada zaman SMA”. Kira-kira begitu yang saya pikirkan waktu itu.

Benar saja, tidak sampai 2 jam setelah itu, semua “siswa” dikumpulkan untuk gladi bersih pembukaan kegiatan. Mulai sejak itu, kegiatan seperti tap tap tap. Tak henti-henti nonstop.

Dimulai dari acara pembukaan, ketika pelatih dari Kopassus menawarkan siapa yang mau jadi perangkat upacara kepada seluruh calon siswa. Tidak ada yang maju. Teman-teman Itjen memaksa saya maju. “Ah, ga apa apa ah maju. Paling juga bakal nyiapin aja. Gampanglah”, dalam pikir saya. Tet tot. Salah. Hari pertama itu saya dijadikan perwakilan penyematan tanda peserta diklat.

Saya ini sudah 5 tahun tidak PBB lah ya. Perut ini kan sudah berlemak banget. Pas lari maju itu loh, guncangan perutnya terasa. Macam tak tik dung tak tik dung suara dangdut gitu. Mana didepan 599 manusia pula lagi. Ah, bodoh amat. Yang penting tampil ganteng maksimal lah.

Setelah resmi menjadi siswa, kita diinstruksikan mengganti baju. Perasaan saya udah tak enak ini. benar saja, hari pertama langsung dapat “makanan”. Kalau tak salah ingat ya tiarap, push up, tiarap, push up. Makanan selanjutnya adalah jurik malam. Kita berbaris jalan kaki sejauh 7 km.

Setelah jauh berkeliling area Buperta Cibubur, saya kira kita bakal balik ke tenda. Dan ternyata tidak. hari itu kita tidak di tempat yang spesial. Beratapkan langit dan berkasurkan rerumputan. Lalu ada istilah baru “Penjaga Serambi”. Kalau istilah umum nya, ya petugas ronda. Jadi, ada giliran teman-teman menjaga teman-teman yang tidur dengan pulas.

Siang menjelang, kita dapat makanan baru lagi, merayap. Saya kira dua kali lapangan bola lah. Ya agar fisik kita makin kuat. Lalu guling-guling. Agak siangan, kita berenang didalam kali yang berlumpur. Lalu mengarungi danau. Saya lagi-lagi karena sok agak cepat, jadi penjaga perbatasan. Ada untungnya sih, bisa membersihkan baju yang kotor abis setelah berenang di kali berlumpur.

Malamnya kembali jurik malam dan tidur diatas rumput lagi. Cuma suasananya agak berbeda. Jika malam sebelumnya kita kedinginan dahsyat karena tidak terbiasa. Malam ini dinginnya karena air. Kita belum mandi selama 2 hari loh ini. Baju pun belum diganti. Emang dasar hidung kita itu bijak ya, bau “busuk” dari semua siswa kok tidak tercium ya. Tapi ketika mencium bau baju sendiri setelah mandi, mual nya itu loh aduh.

Hari ketiga sampai, kita belum juga mandi. Lagi kita menyarungi danau. Selesai itu diberi waktu pembersihan untuk sholat jumat. Inilah pertama kalinya kami menyentuh air bersih. Tuhan, baru 3 hari tak mandi saja, sudah seperti ini saya merindukan air bersih. Bagaimana teman-teman di daerah terpencil sana ya? Mereka yang tidak punya air bersih bahkan tidak punya air.

Saya kira hari berikutnya udah mulai enakan, woh, tidak. tetap, merayap, merayap punggung, guling, jungkir, jadi menu spesial setiap hari. Bedanya kita diberi ilmu lain seperti tata upacara militer, PBB, dan Tae Kwon Do. Saya jadi kenalan sama pelatih banyak donk hanya karena saya pernah ikutan Merpati Putih. Yes!



Sebenarnya, kita bisa saja mengurangi intensitas merayap dan guling itu. Tapi ya itu, emang siswa itu agak aneh. Udah tahu bikin pelanggaran dapat hukuman, masih saja hobi melanggar. Ya dirayap lagi. Ya diguling lagi. Ya dijungkir lagi. Nah, bagusnya itu, satu orang melanggar, semua orang menanggung. Apalagi pejabat senat (senat, senat kompi dan ketua kelas tetap).

Dulu waktu SMA, posisi push up selama 1 jam itu mah biasa. Eh, pas dihukum posisi push up sekarang, tangan mati rasa nya. Aduh. Apalagi ketika dihukum guling. Tak terhitung berapa banyak yang “menyembah pohon” (baca: muntah) itu. Ada yang dibawah pohon, itu biasa. Ada yang pas gulingnya muntah. Maka lahirlah ranjau-ranjau darat bagi para pengguling. Yang dapat zonk siap-siap berguling diatas muntahan siswa lainnya.

Saya sendiri sih ga muntah. Soalnya kan perkasa dan tangguh. Tapi ya itu loh, saat merayap, saya terkentut. Maka berbahagialah siswa dibelakang saya. dapat serangan senjata kimia. Pelatih pun terkejut ketika mendengar suara bom yang “lumayan besar” itu. “Siapa yang kentut itu!!!”, teriak pelatih. Seharusnya saya malu tah, eh malah ketawa kita.

Istilahnya, muntah, kentut, sejenisnya lah ya, saat berada dalam kondisi tempur itu udah biasa. Bukan soal malu. Tapi hiburan. Masa toh udah selelah itu ga ada hiburan, kentut dan ranjau lah yang jadi penghiburnya. Haha

Nah, diantara semua pengalaman berlari sana-sini, guling sana-sini semua-semuanya, ada pengalaman yang lebih keren. Belasan orang akhirnya kerasukan roh halus di malam kedua terakhir. Yey! Sigap donk pelatih-pelatihnya. Keren banget pelatihnya. Pantas lah tentara indonesia disegani dunia. Gimana manusia dari negara lain tak segan, lah, setan aja bisa ditumpas? Salut lah!

Saya kira ini akibat kelelahan saja. Lalu siswa nya pada termenung. Jadilah. Malam itu jadi sedikit mencekam gitu. Yang biasa berani ke toilet berdua, eh sekarang jadi bertiga. Yang biasa ke toilet berempat, eh sekarang berenam. Penjagaan serambi pun diperluas. Semula setiap jenis kelamin menjaga wilayah masing-masing. Malam ini nih semua pria penjaga serambi diwajibkan patroli di wilayah tenda wanita.

Tim itjen77 donk bikin base di depan tenda wanita itjen nomor 29. Eh ternyata, base nya kita itu persis didepan pohon “terangker” dan banyak setannya di daerah itu. Benar-benar koplak lah. Baru sadar setelah esok harinya. Untung bukan malamnya. Bisa terkencing-kencing nanti pria-pria penjaga serambi.

Dalam masa diklat ini juga, karena tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi, kita jadi buta dunia. Harga BBM naik kita tak tahu, harga angkot naik kita tak tahu, harga nasi warung naik kita tak tahu. Sedih. Tapi momen membahagiakan adalah saat kita tahu salah seorang teman kita peserta diklat istrinya telah melahirkan dikampung sana. Berbahagialah kamu, kawan! Semoga anakmu jadi mujahid pilihan Allah ya.

Dan sampailah pada Malam terakhir. Malam ini, kita melaksanakan malam api unggun. Saya kembali jadi Perangkat Acara sebagai perwira. Acara ini semacam acara pelantikan pembaretan di SMAN Plus gitu, pakai cium-cium bendera dan teriak “Saya berjanji akan menjaga nama baik Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan”. Saya sampai nangis loh ketika teriak. Sambil mencium bendera, prosesi diiringi nyanyian kecil Pada Mu Negeri dan Renungan malam. Jadi semacam backsound gitu. Suasananya itu loh. Teram temaran indah untuk dirasa.

Kegiatan malam api unggun ditutup dengan performance dan bakar jagung dan ubi. Saya donk makan ubi panas. Lidah melepuh. Aduh. Salah ini.
Pada akhirnya, samapta pun berakhir. Diupacara penutupan, kita melakukan demo PBB dan Bela diri. Ada tae kwon do, pematahan besi dragon dan beton. Keren lah. Saya ngapain? Saya ikutan demo PBB dan jadi perwira upacara di acara penutupan itu.

Setelah melakukan 10 hari dengan ganteng maksimal itu maka saya perolehi beberapa hal penting, yakni:
  1. Orang hitam itu ternyata bisa semakin hitam kalau dijemur dibawah matahari (saya contohnya)
  2. Kondisi fisik dan mental yang prima sangat dibutuhkan menghadapi tantangan ke depan. Ini yang kita hadapi baru alam. Benda mati. Di dunia kerja kita akan hadapi manusia. Mereka punya otak, punya kemampuan mengancam dengan taktik. Kalau tidak kuat, ya kita bakal kalah.
  3. Kalau ingin melakukan pelanggaran pikir-pikir dulu, yang menanggung bukan saja pribadi. Tapi orang sekitar dan yang berhubungan dengan kita. Istilahnya, kalau kita dipenjara, ya keluarga malu toh? Institusi malu toh?
  4. Kalau mau melindungi ya jangan pasang tenda di kandang singa juga, pandai mengukur kekuatan dan pandai menimbang permasalahan.
  5. Ternyata kita jadi tahu aib teman-teman satu tenda kita. haha
  6. Dan yang terpenting dari itu semua, ternyata, saya masih perkasa! Yey! 10 hari, kondisi fisik saya masih OK loh. Apalagi kalau dilatih selama 5 minggu ya? Semoga adik-adik tahun depan 7 bulan deh. Biar makin kuat dan bisa mengimbangi Kopassus fisiknya. Haha

Tapi jujur loh, kisah 10 hari ini membawa saya bernostalgia dengan kehidupan SMA saya. Semacam ada kerinduan yang terobati loh. Kurang teman-teman SMA saja ini. Tapi tak apa-apa. Tak ada kawan SMA, saya dapat kawan baru disini. 37 orang ditambah 562 lainnya. Yang bego hobi bikin pelanggaran ada, yang baik nerimo dihukum banyak. Ya akhirnya, merayap bareng-bareng deh. Yang penting jangan sampai ada yang makan tulang kawan. Keras loh. Bisa patah gigi nanti.

Intinya, baru pelatihan macam ini saja kita merasa berkorban, bagaimana dengan pejuang zaman lalu ya. Anak, istri, harta, nyawa, darah, semua dikorbankan. Plus tidak ada jaminan kesejahteraan buat mereka. Mereka woles-woles aja. Mereka ikhlas melakukan itu untuk anak cucu mereka, Kita-kita ini. maka tentu, kita mesti jawab harapan mereka dengan sempurna. Maka dari itu kita bisa! Kerja! Kerja! Kerja!

Untuk Indonesia.
Untuk Kita.

Ini ceritaku, mana cerita mu?
Ini Dia!!!

Jiwa Kita!
Merah Putih!


Komentar

Postingan Populer