Instagraming

Utang Pemerintah Capai Rp 3.866 Triliun, Indonesia Mampukah Bayar?



Beberapa waktu lalu utang Pemerintah Indonesia sempat viral di media sosial. Komentar beragam muncul dari netizen. Ada yang nadanya negatif, ada juga yang positif. Saya bahkan menemukan tulisan yang mengatakan “Rezim Pembohong! Utang bukan Rp 3000 triliun tapi Rp 6000 Triliun.” 

Terlepas dari kebenaran informasi maupun hoax yang disebarkan melalui media sosial, kita perlu sedikit memahami perihal utang ini. Sebagai warga Negara, kita berhak mengetahui dan memahami karena kita punya kepentingan atas uang publik yang dikelola pemerintah.

screenshot komentar viral tentang Utang

Bicara tentang Utang Negara, ini sama seperti dengan utang-utang personal kita. Kita pinjam uang, terus harus bayar, syaratnya ya harus bisa dinilai dengan uang. Kita bisa disebut berutang jika tidak dapat dinilai dengan uang. Dalam hal ini Negara berutang harus melalui perjanjian, atau muncul karena peristiwa lainnya yang sah dan tidak melanggar peraturan undang-undang yang berlaku.

Untuk Indonesia sendiri, kita punya aturan dalam berutang. Aturan paling umum diatur dalam PP No. 23 tahun 2003 dalam hal terjadi defisit dalam perkiraan APBN, defisitnya tidak boleh melebih 3% dari PDB tahun bersangkutan, selain itu, jumlah total utangnya tidak melebihi 60% dari PDB tahun bersangkutan. Jika syarat tersebut terpenuhi barulah Pemerintah Pusat diizinkan melakukan pembiayaan melalui utang dalam negeri maupun utang luar negeri. Terus bagaimana dengan Pemerintah Daerah? Ya minjamnya ke Pemerintah pusat atau pakai cara penerusan pinjaman melalui pemerintah pusat.

Kalau kita lihat sejarahnya, rasio Utang Indonesia Mei 1998 ketika Soeharto Lengser mencapai 57,7% dari PDB. Zaman Habibie 1998-1999 rasio utang membengkak ke 85,4% dari PDB. Zaman Gusdur naik lagi ke 88,7% dari PDB, walau pada akhir kepemimpinan beliau sempat kembali turun ke 77,2% dari PDB. Krisis ini memacu jualan ide dari pengelola keuangan Negara melalui Kementerian Keuangan untuk membuat suatu protokol krisis, semacam lonceng peringatan bila saja akan jatuh lagi ekonomi kita. Pada tahun 2003, pemerintah mulai membatasi jumlah utang tadi. Puji Tuhan, pada akhir pemerintahan Ibu Megawati, utang Indonesia sudah berada dibawah batas yang ditetapkan yakni 56,5% dari PDB.

Pada fase berikutnya, Bapak SBY dan tim ekonominya mampu menekan utang pemerintah hingga 24,7% dari PDB. Ini terlepas peruntukan utang yang dilakukan pada zaman itu, 2014, yang lebih 32,5% dari Belanja Pemerintah Pusat hanya untuk Subsidi sebesar Rp 392 Triliun, yang mana Rp 341,8 Triliun didalamnya hanya untuk belanja subsidi energi saja.

TABEL DATA
(Angka Dalam Triliun)
NO
Keterangan
2014
2017
1
Utang Pemerintah
Rp   2.608,8
Rp   3.866,8

PDB
Rp 10.542,7
Rp 13.613,2

Persentase Utang terhadap PDB
24,7%
28,6%




2
Belanja Pemerintah Pusat
Rp 1.203,57
Rp 1370.45

   Pelayanan Umum
Rp    797,76
Rp   363,25

   Pertahanan
Rp      86,11
Rp   115,11

   Ketertiban dan Keamanan
Rp      34,85
Rp   145,52

   Ekonomi
Rp      97,14
Rp   328,98

   Lingkungan Hidup
Rp        9,32
Rp     12,59

   Perumahan dan Fasilitas Umum
Rp      26,24
Rp     30,88

   Kesehatan
Rp      10,89
Rp     58,72

   Pariwisata dan Ekonomi Kreatif  
Rp      1,469
Rp       6,45

   Agama
Rp        4,00
Rp       9,79

   Pendidikan
Rp      22,67
Rp  143,99

   Perlindungan Sosial
Rp      13,07
Rp  155,12




3
Transfer ke daerah dan Dana Desa
Rp      573,7
Rp    766,3




4
Subsidi
Rp      392,0
Rp    168.9

    Subsidi Energi (BBM dan Listrik)
Rp      341,8
Rp      89,9

    Subsidi Non Energi ( Pangan, Pupuk,
    Benih, PSO, Kredit Program dan Pajak)

Rp        50,2

Rp      79.0





















Pada akhir 2014, Bapak Jokowi naik tahta, ia diwarisi Rp 2.608,8 Triliun utang pemerintah, yang mana Rp 674,3 T diantaranya merupakan utang luar negeri. Hingga September 2017, Utang pemerintah sudah mencapai Rp 3.866 Triliun dengan rasio 28,6% dari PDB. Utang naik Rp 1.258 Triliun. Utang naik namun bedanya zaman Bapak SBY dan zaman Bapak Jokowi, 32,5% dari Belanja Pemerintah Pusat dipergunakan untuk subsidi pada tahun 2014. Kini subsidi hanya tersisa Rp 168,9 Triliun, atau sekitar 12.35% dari Belanja Pemerintah Pusat 2017.

Pada zaman beliau Belanja untuk fungsi ekonomi naik signifikan dari Rp 97,14 Triliun pada 2014 menjadi Rp 328 T pada 2017. Selain itu, Transfer ke daerah dan dana desa naik dari Rp 573,7 Triliun pada 2017 ke Rp 766,3 Triliun pada 2017. Belanja lain yang naik signifikan adalah Belanja untuk perlindungan sosial dari hanya Rp 13,07 Triliun atau sekitar 1,04% dari keseluruhan Belanja Pemerintah Pusat 2014 naik ke Rp 155,12 Triliun atau sekitar 11,31% dari total seluruh belanja pemerintah pusat 2017.


Jadi apakah kita berada dalam darurat utang? 

Kalau kita bandingkan dengan negara lain, tentu utang Indonesia masih aman-aman saja.

Jepang misalnya, rasio utang Negara tersebut mencapai 250,4% dari PDB negaranya. Berturut-turut Italia 132,6%, AS 106,10% dst.

Logika sederhananya, jika semua produk yang diproduksi oleh orang yang tinggal dijepang, tidak harus Warga Negara Jepang, tapi semua orang yang tinggal disana, dalam setahun belum akan mampu membayar semua utang pemerintah Jepang. Jepang perlu setidak-tidaknya dua setengah tahun penuh untuk tidak makan-minum dan semua produksi penduduk negaranya untuk membayar utang. Mungkin? Ya! Indonesia hanya 28,6% saja. Tidak sampai Setahun, sepertiga PDB sudah bisa menutupi utang Indonesia jika semua penduduk sepakat untuk bayar utang menggunakan produksi.

Utang Luar Negeri
Sumber : DJPPR kementerian keuangan

Tentu, pelunasan utang tidak sesederhana tersebut. Itu hanya hitungan kasar kita saja. Kalau kita mau sedikit lebih detail lagi, utang itu dibedakan menjadi utang dalam negeri dan utang luar negeri. Utang luar negeri sendiri dibedakan menjadi 3, yakni utang pemerintah, utang Bank Sentral dan utang swasta. Nah, angka Rp 3.866,8 Triliun tadi itu adalah utang Pemerintah kita tapi gabungan dari utang luar negeri dan utang dalam negeri. Dari Rp 3.866,8 Triliun tadi, utang luar negeri pemerintah hanya 18,9% dari total seluruh utang pemerintah. Sisanya 80,9% dibiayai melalui Surat Berharga Negara.

Tadi diawal kita sempat menyebutkan tentang tulisan yang mengatakan “Rezim Pembohong! Utang bukan Rp 3000 triliun tapi Rp 6000 Triliun”. Sebenarnya, mungkin yang dimaksudkan adalah penulis tersebut dengan tendensius adalah utang luar negeri kita. Gabungan antara Utang pemerintah, Utang Bank Sentral dan Utang Swasta. Memang total gabungan utang luar negeri kita tersebut adalah USD 340,54 Miliar. USD 165,60 Miliar diantaranya adalah utang swasta. Gabungan Utang pemerintah dan bank sentral mencapai USD 174,939 Miliar. Nah, kalau dirupiahkan total uang luar negeri itu lah yang bisa mencapai Rp 6000 Triliun. Namun perlu diingat, Pinjaman pemerintah yang murni pinjaman luar negeri hanyalah USD 54,29 Miliar, bukan USD 340 Miliar USD. Dari USD 174,939 Miliar, USD 62,91 Miliar diantaranya berasal dari Surat Berharga Negara.


Apa sih bedanya utang dari Surat Berharga Negara dan Dari Pinjaman Luar Negeri?

Sederhananya begini, Pinjaman luar negeri itu asalnya bisa dari pinjaman bilateral (antar dua Negara), pinjaman multilateral (pinjaman dari gabungan banyak Negara/organisasi internasional/bank dunia/bank ADB dsb), dan pinjaman bersifat komersil dan dari supplier tertentu. Kalau pinjaman bilateral dan multilateral, kita itu terikat pada kontrak khusus. Ada perjanjian dibalik bantuan pinjaman. Misal, tahun 1997 lalu saat krisis melanda, kita dibantu IMF (termasuk pinjaman multilateral). Syarat IMF pesawat Habibie tidak boleh dilanjutkan lagi, beberapa kebijakan ekonomi kita diubah drastis, dsb.

Nah, utang dari Surat Berharga Negara tidak demikian adanya. Kontrol ada ditangan kita. Term and Condition kita yang punya. Kamu berminat, silahkan beli surat utang kami. Kamu tak minat, ya tak mengapa, masih banyak yang minat. Mereka tetap bisa mengutangi Indonesia tanpa Indonesia harus terikat harus ini dan harus itu. Enak bukan? Trade off menggunakan Surat Berharga Negara ini ya besaran bunganya. Bunga utang Surat Berharga Negara biasanya lebih besar daripada pinjaman luar negeri. Pada pinjaman luar negeri kita nego. Ya kira-kira 1-5% lah bunganya. Kalau Surat Berharga Negara ya diatas 5%, bisa saja sampai 7% - 8% tergantung reaksi pasar kala itu.

Ibaratnya, pinjaman luar negeri yang biasa itu kita seperti pinjam uang ke teman, term and condition bisa kita nego, bunga bisa kita nego, semua bisa. Nah, Surat Berharga Negara ini semacam jualan barang. Barangnya berupa utang yang akan kita ganti sesuai jatuh temponya. Tentu, barang akan laku kalau dia menarik toh? Apa yang menarik dari memberi utang? Ya Bunga yang kompetitif! Kalau memberi utang bisa menghasilkan keuntungan ketimbang melakukan investasi, tentu lebih baik memberi utang toh?

Setelah berutang, bagaimana melunasi yang ribuan triliun tersebut?
Bicara tentang pelunasan utang, umumnya, ada beberapa cara melunasi utang. Cara pertama, bayarlah utang pada waktu jatuh temponya. Ini cara yang paling umum kita temui. Kita semua sebagai manusia yang sadar akan uang, pasti melakukan yang sama. Sama seperti utang Negara, Negara kita membayar utang ya tentu lebih baik beberapa saat sebelum jatuh tempo. Ada manfaatnya seperti manajemen kas, jadi uang yang ada masih bisa dipakai untuk keperluan lainnya.
Sumber : DJPPR Kementerian Keuangan
Bila kita hendak melihat detil utang yang jatuh tempo, pada tahun 2017 ada sekurang-kurangnya Rp 87 triliun rupiah utang yang jatuh tempo. Dengan posisi APBN sekarang, kita bisa yakini, Negara ini sanggup membayar utang yang hanya sebesar Rp 87 Triliun tersebut. 

Tahun-tahun berikutnya 2018 Rp 354 Triliun, 2019 Rp 344 Triliun, tentu masih dalam jangkauan kemampuan APBN yang sekarang sudah melewati Rp 2000 Triliun. Bilapun Negara kita kehabisan uang untuk bayar pokok utang, ya kita masih bisa berutang lagi untuk sementara dan waktu utangnya bisa diperlama pada tahun-tahun berikutnya. Toh hitungannya masih kecil sekali. 

Pada tahun 2040 saja, utang yang akan jatuh tempo baru Rp 15 triliun. Jika pertumbuhan APBN 5% pertahun, setidak-tidaknya pada 2040, kita akan punya APBN Rp 20ribu triliun lebih. Itu belum akan menjadi masalah.

Meski sudah diproyeksi jatuh temponya utang, beberapa kasus bisa menyebabkan utang dipercepat pelunasannya. Kasus pelanggaran kesepakatan misalnya, bilamana dalam perjanjian pinjaman terjadi pelanggaran, si pengutang mengaktifkan klausul dilunasi segera, ya mau tidak mau kita harus segera lunasi. Kasus lainnya misal mengurangi pengaruh dan perikatan dengan suatu Negara/organisasi, ya kita bisa paksakan melunasi lebih dahulu. 

Itu cara kedua, melunasi utang sebelum jatuh tempo. Alasan terjadinya ya macam-macam, tidak selalu sama. Kadang alasan politis, kadang gengsi kedaulatan, kadang ya memang harus segera dilunasi agar tidak terikat dengan perjanjian yang merugikan.

Cara ketiga melunasi utang adalah refinancing. Ini artinya melunasi utang dengan cara memperbarui utang. Utang kita akan segera jatuh tempo, tapi kita belum berkeinginan melunasinya karena menurut kita masih menguntungkan, ya tidak masalah kita nego kembali ke pemberi utang. 

Dengan term and condition yang baru yang akan menguntungkan kedua bela pihak, refinancing bisa jadi pelunasan utang yang tidak mengurangi utang sama sekali tapi berbiaya murah. 

Sebenarnya itu cara yang paling sering digunakan oleh suatu Negara bila ia tidak mampu membayar utangnya, misal menuju kondisi default. Bahasa lainnya ya restrukturisasi. Kasus Yunani pada 2008 lalu saat krisis, IMF menawarkan beberapa opsi kepada Uni Eropa untuk membantu Yunani menghadapi krisis utangnya. Solusi IMF berupa restrukturisasi utang Yunani atau memberikan Yunani kucuran kas baru untuk menyelesaikan krisisnya.

Nah pertanyaan besarnya, Mampukah Indonesia membayar utangnya?

Dengan sumber daya yang ada, dengan asumsi kita tidak menambah utang baru, sesuai jatuh tempo, Indonesia mampu membayarnya. Bilamana semua utang jatuh tempo sekaligus, kita perlu usaha sedikit lebih kreatif untuk melunasi utang tersebut.

Jadi tahun 2018 berapa utang yang bila dikontribusikan kepada seluruh rakyat dan menjadi beban perkepala penduduk Indonesia? Kira-kira Rp 354 triliun dibagi 260 juta jiwa, nilainya sekitar Rp 1,3 juta/perkepala pada tahun 2018. Ditahun-tahun berikutnya semakin berkurang, berkurang dan berkurang sesuai dengan struktur jatuh tempo utang diatas.

Jadi apakah kita dalam kondisi darurat? Kita dalam kondisi yang baik-baik saja, bilamana ada yang seolah-olah mengisyaratkan kita sedang berada dalam kondisi darurat, duh, ini kita darurat atau hatinya dia yang darurat?

Perlu diingat, kita punya batasan utang. Kita kawal pemerintah untuk patuh dan tunduk pada ketetapan yang menguntungkan rakyat kita. Bilamana pemerintah berutang, haruslah utang yang menguntungkan, bukan utang yang menyengsarakan. Untung secara ekonomi, menambah manfaat sosial, meningkatkan rasa cinta warga Negara, serta menguatkan ikatan antar Negara. Itu yang perlu kita jaga. Kita bisa!


Komentar

  1. 👍👍👍 mantapp soul. Srategi politik mengatakan kita darurat hutang mungkin ingin menjatuhkan nama pemerintah. Mengingat pemilu 2019, jadi banyak pihak yang ingin menjatuhkan kinerja pemerintah. Apalagi sekarang masyarakat lagi mudahnya tersulut berita hoax. Semoga masyarakat pintar dalam menilai berita yang beredar.

    BalasHapus
  2. Mantab bang riyaaan.. Izin share

    BalasHapus
  3. KABAR BAIK BERITA BAIK

    Saya Nyonya Mirabel Daniels adalah kreditur pinjaman yang dapat diandalkan dan sah.
    Kami menawarkan kondisi nyata dan mudah dengan tingkat bunga 2%. dari
    $ 1.000 - $ 100.000. Euro dan Pounds IDR. Saya memberikan pinjaman kepada pengusaha juga untuk:

    Kredit pribadi,
    Pinjaman mahasiswa,
    Kredit transportasi
    Pinjaman bisnis.
    pinjaman perusahaan

    hubungi saya langsung untuk informasi lebih lanjut.
    Email: mirabeldanielloanfirm@gmail.com

    BalasHapus
  4. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

    Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

    BalasHapus
  5. Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Tapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer